Tahun 2021 lalu saya memberanikan diri untuk mendaftar
beasiswa lpdp. Menulis esai kontribusiku untuk negeri merupakan salah
satu syarat yang harus dipenuhi oleh para pendaftar. Saya, yang tidak tahu harus
menulis apa dalam esai saya, merasa sangat terbantu oleh awardee lpdp yang
mengunggah esainya di internet. Sedikit banyak saya belajar, bagaimana cara
menulis esai yang baik, dan esai yang seperti apa yang diinginkan oleh lpdp. Saya
harap dengan mengunggah esai ini di sini, para pendaftar beasisiwa lpdp lainnya
juga merasakan hal yang sama. Sedikit tips dari saya, saat menulis esai,
jadilah diri sendiri. Semangat untuk para pejuang beasiswa.
RENCANA KONTRIBUSIKU UNTUK INDONESIA
Oleh: Riska Mulyani
Nama saya Riska Mulyani, saya
lahir dan dibesarkan di Muaralabuh sebuah kota kecil di Kabupaten Solok
Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Sewaktu kecil saya sangat suka mendengar
cerita dari ayah saya. Cerita[1]cerita
yang beliau sampaikan beragam, mulai dari bagaimana perilaku saya waktu kecil,
kehidupan keluarga kami sebelum saya lahir, sampai sejarah Indonesia yang
terdengar seperti dongeng yang menyerukan. Ayah saya adalah guru sejarah
terbaik keluarga kami meski profesi beliau sesungguhnya adalah petani. Saat
sekolah, saya lebih senang mendengar cerita sejarah dari ayah saya daripada
membacanya sendiri dari buku LKS yang harganya Rp8000 masa itu. Kenangan masa
kecil itu dan berbagai pengalaman setelahnya membuat saya memutuskan untuk
menjadi pendidik. Pendidik yang akan didatangi peserta didiknya saat ada
masalah atau saat ketidakpahaman melanda, seperti saat saya mendatangi ayah
saya.
Mimpi kecil itu terus berkembang
seiring berjalannya waktu, hingga sampai pada pengumuman hasil Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2015, saya mendapati bahwa saya
diterima di Universitas Negeri Padang dengan program studi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia dengan status penerima beasiswa Bidikmisi. Saya sangat
bersyukur atas status tersebut, begitu pula dengan orang tua saya. Saya sadar
bahwa Bidikmisi memiliki peran penting dalam pencapaian pendidikan saya.
Masa kuliah adalah masa yang
paling saya kenang. Saya banyak belajar dan bertumbuh di masa itu. Hal yang
paling berkesan bagi saya adalah tekad saya untuk sampai ke kampus tepat waktu
setiap harinya. Saya harus bangun pukul 04.00 WIB untuk membantu Etek (adik
Ibu) memasak agar bisa membawa bekal makan siang serta menempuh perjalanan
selama 1 jam dengan angkutan umum untuk sampai ke kampus tepat waktu. Saat
kuliah saya tinggal bersama keluarga Etek untuk meminimalisir pengeluaran
keluarga. Jarak antara rumah etek dan kampus sekitar 14 km, jika menggunakan
sepeda motor jarak tersebut dapat ditempuh dalam waktu setengah jam. Karena
saya menggunakan angkutan umum, waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke kampus
menjadi dua kali lipat. Seringkali saya temui para tunawisma masih tertidur
pulas di emperan toko saat akan berangkat ke kampus. Saya belajar disiplin dan
bersyukur dari kebiasaan kecil ini.
Semasa kuliah, saya juga aktif
mengikuti organisasi kampus, yaitu Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) Fakultas
Bahasa dan Seni UNP. Melalui organisasi ini, saya belajar membangun kerjasama
antar anggota tim dan meningkatkan kebermanfaatan diri terhadap sesama. Selain
itu, saya belajar bagaimana harus bersikap dalam situasi-situasi tertentu
melalui organisasi ini.
Di samping itu, saya aktif
mengikuti komunitas online yang bernama Beranibaca. Komunitas Beranibaca
merupakan sebuah komunitas yang bergerak di bidang literasi. Meningkatkan minat
dan daya baca generasi penerus bangsa adalah visi komunitas yang saya ikuti
ini. Melalui komunitas ini, saya belajar ikhlas dalam beramal dan menjadi lebih
produktif dalam bidang literasi. Berkaitan dengan bidang literasi, saya juga
mengelola blog pribadi sebagai tempat berbagi ilmu dan tempat melatih kemampuan
menulis saya. Saya juga pernah mengikuti beberapa lomba menulis puisi dan puisi
saya terpilih untuk dibukukan.
Di sisi lain, melalui Ikatan
Mahasiswa Bidikmisi saya dapat bertemu dengan tokoh berpengaruh di Indonesia,
diantaranya Ibu Megawati Soekarnoputri, Bapak Jusuf Kalla, Ibu Puan Maharani
serta beberapa menteri yang menjabat dalam Kabinet Kerja. Bertemu dengan
tokoh-tokoh tersebut menyulutkan api semangat dalam diri saya untuk ikut
memberi kontribusi terhadap Indonesia. Saya berjanji tidak akan menyia-nyiakan
ilmu yang telah saya peroleh dan akan terus mengabdi kepada negara. Saya akan
mempelajari banyak hal agar dapat memberi lebih kepada orang-orang sekitar
saya.
Setelah lulus sarjana dengan IPK
3,67, saya ikut berpartisipasi dalam seleksi CPNS yang diselenggarakan secara
besar-besaran oleh pemerintah. Dengan mengikuti seleksi tersebut, saya berharap
dapat langsung mengabdi kepada negera karena telah memberikan pendidikan yang
layak bagi seorang anak petani seperti saya. Namun, langkah saya terhenti pada
tahap Seleksi Kompetensi Bidang karena nilai pesaing saya lebih tinggi dari
nilai saya. Kegagalan itu saya jadikan cambuk agar menjadi lebih baik di masa
depan.
Tidak berhenti di situ, saya
melamar untuk menjadi Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di MTs Negeri 1
Solok Selatan, tempat saya mengenyam pendidikan SLTP sekaligus salah satu
madrasah tertua di kabupaten saya. Kegiatan pembelajaran di tempat saya mengabdi
menerapkan model pembelajaran daring dan luring (kombinasi). Pembelajaran
daring dilakukan melalui aplikasi WhatsApp. Pendidik akan memberikan materi
pembelajaran dan tugas melalui aplikasi tersebut sesuai jadwal pelajaran yang
telah ditetapkan sekolah. Pembelajaran luring dilakukan seperti biasa, pendidik
dan peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran di dalam kelas dengan
memperhatikan protokol kesehatan.
Meski sudah berjalan dengan model
kombinasi, kegiatan pembelajaran belum dapat berjalan secara efektif dan
efisien. Hal itu disebabkan oleh beberapa masalah yang ditemukan selama
kegiatan pembelajaran berlangsung. Ada dua masalah yang saya temui saat kegiatan
pembelajaran daring. Pertama, terkait fasilitas pembelajaran daring. Tidak
semua peserta didik memiliki gawai, kalaupun ada terkadang itu digunakan
bersama adik atau kakaknya yang juga melakukan pembelajaran daring. Di sisi
lain, ada peserta didik yang memiliki gawai tetapi kuota internet tidak
mencukupi. Bahkan ada peserta yang tidak memiliki jaringan internet di daerah
tempat tinggalnya. Kedua, terkait aktivitas pembelajaran. Peserta didik
cenderung pasif saat mengikuti kelas daring. Peserta didik hanya menjadi silent
reader saat pembelajaran daring berlangsung. Hal itu menyebabkan komunikasi dua
arah yang diharapkan dalam kegiatan pembelajaran tidak terjalin dengan baik.
Untuk meyelesaikan permasalahan
yang ditemui selama kegiatan pembelajaran daring saya melakukan hal berikut.
Pertama, bagi peserta didik yang tidak memiliki gawai, saya memberikan materi
dan tugas yang akan dipelajari di kelas daring di akhir kegiatan pembelajaran
luring. Bagi peserta didik yang tidak memiliki kuota internet ataupun yang
tidak memiliki jaringan internet, saya sarankan untuk pergi ke tempat WiFi
gratis terdekat yang telah disediakan pemerintah daerah. Kedua, untuk mengatasi
peserta didik yang pasif, saya berusaha memancing peserta didik dengan
pertanyaan-pertanyaan sehingga komunikasi dua arah yang diharapkan terjalin
dengan baik dan tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Selanjutnya, saat melakukan
pembelajaran luring, ada beberapa masalah yang saya temukan. Pertama, terkait
motivasi belajar peserta didik. Dalam seminggu peserta didik hanya dapat
bertatap muka dengan pendidik selama dua hari setiap tingkatnya. Karena sudah
terbiasa belajar di rumah, saat di sekolah peserta didik tidak bersemangat
dalam belajar. Selain itu, karena hanya dua hari bertemu dengan teman
sekelasnya, peserta didik cenderung lebih suka mengobrol. Kedua, terkait
aktivitas pembelajaran, saat diberi latihan, peserta didik sulit untuk berpikir
dan malas menggali lebih dalam materi yang diberikan. Hal itu disebabkan
kebiasaan peserta didik yang menggunakan internet untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan selama kelas daring. Ketiga, terkait protokol kesehatan yang
salah satunya menjaga jarak, saya terkendala saat hendak memberikan bimbingan
secara individu. Dalam kegiatan pembelajaran yang ideal, pendidik hendaknya
memberikan bimbingan secara individu kepada peserta didik yang membutuhkan agar
tujuan pembelajaran tercapai secara maksimal. Namun, hal itu tidak dapat
terlaksana karena harus mematuhi protokol kesehatan yang salah satunya menjaga
jarak.
Saya melakukan hal-hal berikut
untuk mengatasi masalah yang terjadi selama kelas luring. Pertama, untuk
mengatasi turunnya motivasi belajar peserta didik, saya memberikan beberapa
nasehat dan motivasi kepada peserta didik agar senantiasa semangat dalam belajar.
Di samping itu, di awal atau akhir pembelajaran saya memberikan kuis atas
materi yang telah dipelajari sebelumnya. Kuis ini hanya berupa tanya jawab
lisan dan kegiatan ini di luar kegiatan latihan. Tujuannya agar peserta didik
termotivasi untuk belajar dan mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik.
Kedua, untuk mengatasi kebuntuan berpikir peserta didik, saya akan mengubah
konteks bacaannya dengan hal-hal yang lebih sederhana dan dekat dengan peserta
didik. Contohnya, saat peserta didik diminta menulis teks persuasi, saya akan
meminta peserta didik menulis teks persuasi tentang hobinya, seperti mengajak
pembacanya mengikuti klub sepakbola atau silat yang diikutinya. Hal itu akan
lebih mudah bagi peserta didik karena kegiatan itu sudah menjadi hobinya.
Ketiga, untuk mempermudah jalan saya dalam mengontrol dan membimbing siswa.
Saya akan memanggil siswa secara acak dan bertanya sudah sejauh mana latihan
yang dibuatnya atau apakah ada hal-hal yang kurang dipahami. Jika ada hal yang
kurang dipahami, saya minta siswa lain untuk mengangkat tangan jika menemui
masalah yang serupa. Jika sudah demikian, saya akan membahas masalah tersebut
bersama-sama dengan peserta didik. Karena keterbatasan waktu dan fasilitas,
itulah yang saya lakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang saya temui di
sekolah tempat saya mengabdi.
Terlepas dari itu semua, masih
banyak hal yang harus saya perbuat untuk memajukan pendidikan Indonesia. Ada
beberapa isu utama dunia pendidikan Indonesia yang hingga saat ini belum
terselesaikan, salah satunya peringkat Progrramme for International Student
Assesment (PISA) Indonesia berdasarkan survei tahun 2018 berada dalam urutan
bawah. PISA sendiri merupakan metode penilaian internasional yang menjadi
indikator untuk mengukur kompetensi siswa Indonesia di tingkat global. Untuk
nilai kompetensi membaca, Indonesia berada pada peringkat 72 dari 77 negara;
untuk nilai matematika, berada pada peringkat 72 dari 78 negara; dan untuk
nilai sains berada pada peringkat 70 dari 78 negara. Nilai tersebut cenderung
stagnan dalam 10-15 tahun terakhir (Kompas.com, 05/04/2020) Untuk mengatasi
permasalahan tersebut pemerintah telah mengambil langkah yang besar dengan
mencanangkan program Merdeka Belajar. Program Merdeka Belajar ini fokus pada
peningkatan kualitas SDM. Hal ini menindaklanjuti arahan Presiden Republik Indonesia
Joko Widodo dan Wakil Presiden Republik Inodnesia Ma’ruf Amin untuk
meningkatkan kualitas SDM (kemdikbud.go.id, 11/12/2019). Untuk menghasilkan SDM
yang berkualitas tentu perlu diimbangi dengan pendidikan yang berkualitas pula.
Oleh sebab itu, pemerintah mendorong semua pemangku kepentingan pendidikan
untuk ikut berperan aktif menjadi agen perubahan. Selanjutnya, Mendikbud
memaparkan bahwa pendidikan berkualitas dapat tercapai melalui perbaikan pada
1) infrastruktur dan teknologi; 2) kebijakan prosedur, dan pendanaan; 3)
kepemimpinan, masyarakat, dan budaya; 4) serta kurikulum, pedagogi, dan asesmen
pendidikan (dikutip dari situs web kemdikbud.go.id, 03/02/2020).
Agar dapat berperan aktif dalam
mewujudkan pendidikan Indonesia yang berkualitas, saya berpikir untuk
memperdalam ilmu tentang kurikulum, pedagogi, dan asesmen dengan melanjutkan
studi magister dengan fokus Pendidikan Bahasa Indonesia di salah satu universitas
negeri terkemuka di Indonesia. Jika saya diberi kesempatan untuk menempuh
pendidikan di jenjang magister, tentu saya dapat memberikan kontribusi yang
lebih besar berkat ilmu dan pengalaman yang saya peroleh selama menempuh
pendidikan.
Mimpi jangka panjang saya untuk
dunia pendidikan Indonesia adalah terwujudnya bangsa yang cerdas dan sejahtera
sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945. Cerdas di sini bukan hanya dalam ranah
kognitif tetapi juga ranah afektif. Mimpi jangka pendek saya untuk dunia
pendidikan Indonesia adalah terwujudnnya program Merdeka Belajar yang saat ini
dicanangkan pemerintah. Saya berharap dengan terwujudnnya program Merdeka
Belajar akan lahir generasi penerus yang memiliki SDM unggul, berkarakter,
cerdas, dan berdaya saing. Selain itu, apabila Merdeka Belajar terwujud
kualitas hidup bangsa Indonesia akan meningkat dan bukan tidak mungkin
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dapat terealisasikan.
Untuk mewujudkan mimpi tersebut,
saya ingin mengambil peran sebagai seorang dosen di institusi pendidikan tinggi
sekaligus peneliti di bidang pendidikan khususnya bidang Pendidikan Bahasa
Indonesia. Selanjutnya, saya akan berusaha memperbaiki dan meningkatkan
kompetensi saya sebagai seorang dosen dengan melanjutkan studi ke jenjang
doktoral. Saya yakin semakin tinggi kompetensi saya sebagai seorang dosen maka
semakin unggul dan berkualitas pula calon guru yang saya hasilkan. Di samping
itu, saya akan melakukan berbagai penelitian dan pengembangan berkaitan dengan
bidang yang saya ampu agar dapat memberikan sumbangsih bagi kemajuan pendidikan
Indonesia. Saya juga ingin terus berbagi melalui tulisan saya, baik itu dalam
bentuk karya sastra mapun karya ilmiah. Tujuannya hanya satu, tentu saja untuk
mewujudkan Indonesia yang lebih baik.
Esai inilah yang saya gunakan untuk mendaftar beasiswa LPDP dan dengan esai ini saya lulus beasiswa LPDP dalam satu kali percobaan. Sebenarnya esai ini adalah salah satu alat yang bisa saya gunakan untuk meyakinkan pewawancara bahwa saya layak mendapatkan kesempatan untuk menerima beasiswa LPDP. Jika teman-teman ingin tahu perjalanan saya selama mengikuti seleksi beasiswa LPDP bisa klik ini ya.