ANAK RANTAU DI MINANGKABAU
Oleh: Riska Mulyani
Identitas"Pada akhirnya tampak jelas apa yang sebelumnya tersembunyi. Bahwa yang dirasakan Hepi selama ini bukan dendam melainkan rindu. Bukan ambisi untuk membuktikan diri di hadapan sang ayah melainkan semanagat untuk belajar dari alam dan orang-orang di sekitar."
Penulis: A. Fuadi
Penerbit: Falcon Publishing
Cetakan: Ketiga
Jumlah halaman: 382 halaman
Setelah sukses dengan trilogi Negeri Lima Menara, baru-baru ini A. Fuadi menerbitkan buku terbarunya yang berjudul “Anak Rantau”. Dalam novel ini diceritakan kisah seorang anak SMP yang bernama Hepi. Ia menjadi anak rantau di kampung halaman ayahnya. Sejak lahir, Hepi tinggal bersama ayah dan kakaknya, Dora, di Jakarta. Ibu Hepi meninggal beberapa menit setelah Hepi lahir. Hepi merupakan keturunan orang Minang. Ayahnya bernama Martias dan ibunya bernama Nurbaiti.
Sinopsis
Cerita berawal dari pembagian rapor akhir semester di sekolah Hepi. Saat Martias mengambil rapor Hepi, ia terkejut mendapati rapor anaknya kosong tanpa goresan sedikit pun. Setelah mendengar penjelasan wali kelas Hepi, Martias bingung sekaligus geram. Setahunya Hepi adalah anak yang pintar, cukup berprestasi dan jarang sekali bolos. Namun anggapan itu ternyata salah.
Saat libur semester Martias mengajak Hepi pulang ke kampong halamannya, Tanjung Durian, salah satu desa di Sumatera Barat. Selama ini, Hepi belum pernah pulang ke desa ayahnya itu. Suasana danau Talago yang tenang dan jauh dari hiruk pikuk kota Jakarta membuat Hepi sangat menikmati liburannya.
Setelah dua minggu berlibur di Tanjung Durian, Martias mengungkapkan kepada Hepi bahwa ia harus ke Jakarta tanpa Hepi. Hepi harus tinggal bersama kakek dan neneknya serta melanjutkan pendidikannya di kampung. Hepi tidak mau tinggal di kampung itu dan bersikeras ikut ke Jakarta bersama ayahnya. Pada hari keberangkatan ayahnya ke Jakarta, Hepi berlari mengejar bus yang ditumpangi ayahnya sehingga pakaian yang ada dalam kopernya berceceran di jalan.
Peristiwa kepergian ayahnya itu membuat Hepi menyimpan benci dan dendam kepada ayahnya. Mulai saat itu, Hepi menjalani hidupnya sebagai anak rantau di kampung ayahnya. Hari-harinya di kampung dipenuhi dengan amarah dan dendam terpendam kepada ayahnya, serta ambisi untuk pergi ke Jakarta dengan uangnya sendiri.
Analisis
Selama membaca noovel ini, pembaca diajak berpetualang bersama Hepi dan kedua sahabatnya Attar, si penembak jitu dan Zen, si penyayang binatang. Petualangan tiga sahabat itu dimulai saat mereka memutuskan membentuk tim detektif cilik. Tim itulah yang mengantarkan Hepi dan kawan-kawannya menuju Sarang Elang, lelaki bermata harimau, maling kampung, dan sindikat biduk hantu.
Dalam novel ini sangat banyak pelajaran yang dapat kita ambil, para orang tua dapat belajar bagaimana cara mendidik anak dan apa konsekuensi yang akan ditanggung apabila salah dalam mendidik anak. Anak-anak akan belajar bagaimana menyikapi hidup yang tidak sesuai dengan keinginan. Serta khalayak umum dapat belajar bagaimana harus bersikap dalam kehidupan bermasyarakat. Tak hanya itu, banyaknya adat istiadat yang dihadirkan dalam novel ini membuat para pembaca sedikit tahu tentang adat Minang. Bahkan A. Fuadi juga menyajikan pepatah-pepatah khas Minang dalam novel ini.
Tampaknya, melalui novel ini A. Fuadi ingin
menyampaikan bahwa adat dan budaya tidak pernah bertentangan dengan
ajaran agama dalam hal ini adalah Islam. Adat dan budaya selalu selaras
dengan ajaran agama. Selain itu, novel ini juga menyiratkan bahwa
ketidakpedulian terhadap budaya akan menyebabkan hilangnya kebudayaan
itu sendiri.
Evaluasi
A. Fuadi menuliskan kisah secara rapi dan runtut. Plotnya yang padat dan tidak terburu-terburu membuat pembaca nyaman
mengikuti alur cerita dalam novel ini. Adegan dan suasana dituliskan
dengan detail, membuat pembaca seakan-akan berada dalam cerita tersebut.
Namun, banyaknya tokoh dalam novel ini membuat pembaca kebingungan dan
terpaksa harus mengulang proses pembacaan. Selain itu, dalam novel ini
masih ditemukan beberapa kesalahan penulisan seperti kurangnya spasi,
dan kurangnya huruf.
Rekomendasi
Secara keseluruhan, buku
ini layak dibaca oleh semua kalangan, mengingat bahasanya yang ringan
dan pesan yang dimuatnya. Pesan yang terkandung dalam novel ini dapat
menjadi pedoman seluruh kalangan masyarakat. Meski terdapat beberapa
kesalahan dalam kepenulisan, novel ini tetap dapat dinikmati secara utuh
tanpa adanya perubahan makna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar