Minggu, 26 April 2020

ANALISIS "SAJAK SEBATANG LISONG" KARYA W.S. RENDRA Oleh: Riska Mulyani


I. “SAJAK SEBATANG LISONG” KARYA W.S. RENDRA
Menghisap lisong
Melihat Indonesia Raya,
mendengar 130 juta rakyat,
dan di langit
dua tiga cukong mengangkang,
berak di atas kepala mereka
Matahari terbit
Fajar tiba
Dan aku melihat 8 juta kanak-kanak
tanpa pendidikan
Aku bertanya
Tapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur meja-meja kekuasaan yang macet,
dan papan tulis-papan tulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan
Delapan juta kanak-kanak
menghadapi satu jalan panjang
tanpa pilihan,
tanpa pepohonan,
tanpa dangau persinggahan,
tanpa ada bayangan ujungnya
Menghisap udara
yang disemprot deodorant
aku melihat sarjana-sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya
dan di langit;
para tekhnokrat berkata :
bangsa kita adalah bangsa yang malas,
bahwa bangsa mesti dibangun;
mesti diup-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimport
Gunung-gunung menjulang.
Langit pesta warna di dalam senjakala
Dan aku melihat
protes-protes yang terpendam
terhimpit di bawah tilam.
Aku bertanya,
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidak-adilan terjadi di sampingnya
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
termangu-mangu di kaki dewi kesenian.
Bunga-bunga bangsa tahun depan
berkunang-kunang pandang matanya
di bawah iklan berlampu neon
Berjuta-juta harapan  ibu dan bapa
menjadi gebalau suara yang kacau
menjadi karang di bawah muka samudra
Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan
Kita mesti keluar ke jalan raya
keluar ke desa-desa
mencatat sendiri semua gejala
dan menghayati persoalan yang nyata
Inilah sajakku
Pamplet masa darurat
apakah artinya renda-renda kesenian
bila terpisah dari derita lingkungan
Apakah artinya saya berpikir
bila terpisah dari masalah kehidupan
Kepadamu aku bertanya
II. ANALISIS SAJAK LISONG
A. STRUKTUR FISIK PUISI
1. Diksi:
Diksi merupakan pilihan kata yg tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan). Diksi yang digunakan dalam puisi “Sajak Lisong” ini banyak menggunakan kata-kata yang bermakna konotatif.  Karena banyak menggunakan kata yang bermakna konotatif, maka terjadilah penyimpangan bahasa dalam puisi ini. Penyimpangan tersebut adalah penyimpangan semantis dan penyimpangan sintaksis.
a. Penyimpangan semantis, penyimpangan semantis yang terdapat dalam sajak ini yaitu menunjuk makna ganda. Berikut adalah beberapa bait yang memiliki makna ganda atau tidak memilki makna yang sesungguhnya.
1) Dan di langit terdapat pada  lirik keempat bait pertama dan lirik kelima bait kelima dari puisi ini. Berbeda dengan makna sesungguhnya, dalam puisi ini kata langit digunakan oleh penyair untuk menggambarkan orang-orang memiliki kedudukan tinggi serta memiliki kekuasaan, seperti pejabat pemerintahan, orang-orang yang berkuasa, serta konglomerat.
2) Dua tiga cukong mengangkang terdapat pada lirik kelima bait pertama. Kata cukong menurut KBBI adalah orang yg mempunyai uang banyak yg menyediakan dana atau modal yg diperlukan untuk suatu usaha atau kegiatan orang lain. Sedangkan kata mengangkang digunakan penyair untuk menggambarkan perbuatan rendahan, hal ini jelas berbeda dengan makna yang di dapatkan dari kamus.
3) Berak di atas kepala mereka terdapat pada lirik terakhir bait pertama. Lirik tersebut digunakan penyair untuk menggambarkan sebuah tindakan yang tidak menyenangkan dan dilakukan dengan sengaja sehingga menyebabkan orang lain menderita. Jika dikaitkan dengan makna sesungguhnya, tentu hal ini tidak masuk akal.
4) Aku bertanya.Tapi pertanyaan-pertanyaanku membentur meja kekuasaan yang macet terdapat pada bait ketiga. Jika dilihat dari kaitan antar liriknya, lirik diatas menyatakan bahwa penyair mendapatkan hambatan dari lembaga yang berkuasa, sehingga pertanyaannya tidak tersampaikan.
5) Tanpa ada bayangan ujungnya terdapat  pada bait keempat. Lirik tersebut digunakan penyair untuk menyampaikan bahwa mereka tidak mempunyai harapan untuk mendapat kehidupan yang baik.
6) Membentur jidat penyair-penyair salon terdapat pada lirik ketiga bait ketujuh. Maksud dari penyair-penyair salon bukanlah penyair-penyair yang bekerja di salon tetapi penyair-penyair yang terlena akan keindahan dan tidak peduli dengan keadaan sekitarnya.
7) Yang bersajak tentang anggur dan  rembulan terdapat pada  lirik keempat bait ketujuh. Berbeda dengan arti kamusnya, anggur dan rembulan dalam puisi ini berarti mabuk akan  keindahan atau romantisme.
8) Termangu - mangu di kaki dewi kesenian terdapat pada lirik kedua bait kedelapan. Lirik tersebut memiliki makna terdiam menunggu nasib di bawah kekuasaan yang hingar-bingar.
9) Bunga - bunga bangsa tahun depan  terdapat pada lirik ketiga bait kedelapan. Lirik tersebut memiliki makna anak-anak yang akan menghiasi negara ini di masa yang akan datang.
10) Di bawah iklan berlampu neon terdapat pada lirk kelima bait ke tiga pada puisi ini. Lirik tersebut menyimpan makna sesuatu yang menyilaukan.
b.  Penyimpangan sintaksis, seperti pada kalimat “Dan aku melihat 8 juta kanak-kanak” padahal menurut kaidah yang benar adalah  dan aku melihat delapan juta kanak-kanak. Selain itu pada lirik “Menghisap udara,” kata menghisap seharusnya diganti dengan kata menghirup.
2. Imaji
Di dalam puisi ini terdapat beberapa pengimajian, di antaranya pengimajian penglihatan (visual). Pengimajian penglihatan begitu dominan dalam puisi ini, hampir tiap bait terdapat pengimajian penglihatan. Berikut adalah beberapa kutipan yang memperlihatkan pengimajian penglihatan.
aku melihat sarjana-sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya (bait kelima)
Gunung-gunung menjulang.
Langit pesta warna di dalam senjakala (bait keenam)
Selain pengimajian penglihatan, dalam puisi karya W.S. Rendra ini juga terdapat pengimajian pendengaran (auditory). Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
Berjuta-juta harapan ibu dan bapa
menjadi gebalau suara yang kacau (bait kedelapan)
Tidak hanya pengimajian penglihatan dan pendengaran, dalam puisi karya Ali Hasjmi ini juga terdapat pengimajian pembauan (olfactory). Hal tersebut terlihat dari kutipan berikut ini.
Menghisap udara
yang disemprot deodorant (bait kelima)
Disamping itu semua, dalam puisi ini juga terdapat pengimajian pergerakan (kinestetik). Berikut adalah kutipannya.
Kita mesti keluar ke jalan raya
keluar ke desa-desa
mencatat sendiri semua gejala
dan menghayati persoalan yang nyata (bait kesembilan)
Dalam puisi W.S. Rendra yang berjudul “Sajak Lisong” ini juga terdapat pengimajian perabaan (tactile). Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
aku melihat sarjana-sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya  (bait kelima)
Dalam puisi ini juga terdapat pengimajian perasaan. Berikit adalah kutipan yang menggambarkan pengimajian perasaaan.
apakah artinya renda-renda kesenian
bila terpisah dari derita lingkungan
Apakah artinya saya berpikir
bila terpisah dari masalah kehidupan (bait kesepuluh)

3. Kata Konkret
            Pada puisi ini ditemukan kata-kata konkret yang dapat membangkitkan imaji pembaca dan membuat pembaca seolah-olah melihat, mendengar, merasa apa yang dilukiskan penyair. Kata konkret yang di temukan dalam puisi “Sajak Lisong” karya Rendra ini adalah sebagai berikut.
Untuk melukiskan negara Indonesia yang telah merdeka dan tengah berkembang, penyair menggunakan diksi “Indonesia Raya”. Diksi itu lebih konkret daripada menggunakan diksi “Indonesia” saja.
Untuk melukiskan bahwa Indonesia ini milik banyak orang dan pemerintah memiliki tanggung jawab atas jiwa-jiwa tersebut, penyair menggunakan diksi “130 juta rakyat”. Diksi tersebut lebih konkret dibandingkan “seluruh rakyat Indonesia”.
Untuk melukiskan keadaan orang-orang yang berkuasa atau yang berkedudukan tinggi, penyair menggunakan diksi “dan di langit”. Diksi tersebut lebih konkret menggambarkan kedudukan penguasa yang tinggi dibandingkan diksi “di lembaga pemerintah”.
Untuk melukiskan betapa rendahnya perilaku orang-orang yang berkuasa itu dan betapa menderitanya masyarakat kecil yang berada di bawahnya, penyair menggunakan diksi “dua tiga cukong mengangkang, berak di atas kepala mereka”. Diksi tersebut lebih konkret bila dibandingkan diksi lainnya.
Untuk melukiskan betapa banyak suara harapan orang tua kepada anak-anaknya, sehingga suara itu seperti sebuah kekacauan yang sangat dahsyat, penyair menggunakan diksi “Berjuta-juta harapan ibu dan bapa menjadi gebalau suara yang kacau”. Diksi tersebut lebik konkret bila dibandingkan dengan diksi lainnya.
Penyair menggunakan diksi “Menghisap udara, yang disemprot deodorant” untuk menggambarkan situasi yang dipaksakan menjadi indah. Kata deodorant memberika kesan bahwa situasi disana tidak dalam keadaan baik, oleh karena itu diperlukan deodorant untuk membuatnya terkesan baik. Diksi tersebut memang lebih konkret.
“Kita mesti keluar ke jalan raya, keluar ke desa-desa, mencatat sendiri semua gejala
dan menghayati persoalan yang nyata” diksi ini memang tepat digunakan untuk melukiskan bahwa kita harus bisa keluar dari zona nyaman, menelusuri setiap sudut kehidupan dan mulai belajar dari sana.
Penyair memilih diksi “apakah artinya renda-renda kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan” untuk memberi pesan kepada rekannya yang lain bahwa tidak akan pernyataan mereka tidak akan berarti jika tidak bisa mewakili aspirasi rakyat kecil.
4. Majas
            Majas yang terdapat dalam puisi “Sajak Lisong” karya W.S. Rendra adalah majas pleonasme. Menurut Wikipedia pleonasme adalah majas yang menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Berikut adalah kutipannya.
Matahari terbit
Fajar tiba (bait kedua)
Selain majas pleonasme, dalam puisis ini juga terdapat majas personifikasi. Majas personifikasi adalah majas yang memberikan sifat-sifat manusia pada benda mati. Berikut adalah kutipan yang menggambarkan penggunaan majas personifikasi.
membentur meja-meja kekuasaan yang macet (bait ketiga)
menjadi karang di bawah muka samudra (bait kedelapan)
Dalam puisi ini juga terdapat majas metafora. Majas metafora adalah majas yang melukiskan sesuatu dengan perbandingan langsung dan tepat atas dasar sifat yang sama atau hampir sama. Berikut adalah kutipannya.
berkunang - kunang pandang matanya  (bait kedelapan)
Tidak hanya itu, dalam puisi W.S. Rendra juga tergambar majas hiperbola. Majas hiperbola adalah majas yang menyatakan sesuatu secara berlebihan. Kutipan yang menggambarkan penggunaan majas ini adalah sebagai berikut.
Delapan juta kanak-kanak
menghadapi satu jalan panjang
tanpa pilihan,
tanpa pepohonan,
tanpa dangau persinggahan,
tanpa ada bayangan ujungnya (bait keempat)

5. Rima/Ritme
Rima yang digunakan dalam puisi ini adalah rima patah karena penyair tidak memperhatikan struktur rimanya. Rima patah adalah persamaan bunyi yang tersusun tidak menentu pada akhir larik-larik puisi. Penggunaan rima patah dalam puisi ini dapat dilihat pada setiap akhir larik puisi ini.
Dalam puisi “Sajak Lisong” ini, penyair juga menggunakan rima repetisi. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
Aku bertanya
Tapi pertanyaan-pertanyaanku
Bait di atas diulang sabanyak dua kali dalam sajak ini yaitu pada bait ketiga dan ketujuh. Selain bait di atas dalam sajak ini juga diulang bait “dan di langit” bait ini diulang dua kali yaitu pada bait pertama dan bait kelima. Bait Dan aku melihat 8 juta kanak-kanak tanpa pendidikan” juga diulang sebanyak dua kali pada puisi ini yaitu pada bait kedua dan kedelapan.
6. Tipografi
Puisi karya W.S. Rendra yang berjudul ‘Sebatang Lisong” ini adalah bentuk yang pada umumnya digunakan oleh penyair yaitu menggunakan rata kiri.Dalam puisi ini Rendra juga menggunakan bait dalam puisinya, karena larik puisi ini banyak.
B. STRUKTUR BATIN PUISI
1. Tema
            Puisi yang berjudul “Sajak Lisong” karya W.S. Rendra ini memiliki tema kritik sosial. Dalam puisi ini penyair mencoba mengkritik kondisi Indonesia pada masa itu. Dalam puisi ini tergambar sebuah kesenjangan sosial yang terjadi di Indonesia, serta ketidakadilan yang dialami oleh orang-orang lemah atau rakyat-rakyat miskin. Hal itu dapat dilihat dari analisis masing-masing bait berikut ini.
Dalam bait pertama puisi ini, penyair  menyampaikan tentang kondisi rakyat Indonesia, serta tindakan semena-mena yang dilakukan oleh para penguasa terhadap masyarakat lemah.
            Pada bait kedua puisi ini, penyair ingin menyampaikan bahwa masih banyak generasi kita yang belum mengenyam pendidikan dengan baik.
Bait ketiga puisi ini megungkapkan keinginan penyair untuk memperbaiki kondisi bangsa ini, tapi semuanya sia-sia. karena setiap usaha yang dilakukanya selalu mendapatkan halangan dan sikap para penguasa hanya acuh tak acuh.
Bait keempat dari kutipan diatas penyair, menjelaskan tentang nasib anak  bangsa Indonesia menghadapi kehidupan yang panjang tanpa tujuan, serta tiada pilihan hidup. Mereka tidak mempunyai tempat untuk berlindung, tempat untuk berteduh dan tidak ada harapan untuk mendapat kehidupan yang lebih baik.
Bait kelima puisi ini bercerita tentang suatu keadaan yang dipaksakan indah, dimana sarjana-sarjana menganggur dimana, penuh keringat mencari pekerjaan.  Sementara itu, para penguasa menghina bangsanya sendiri, menganggap bahwa yang bersalah atas keadaan ini adalah rakyatnya yang malas. Mereka mengatakan bahwa bangsa mesti dibangun; mesti di-up-grade disesuaikan dengan teknologi yang diimpor. Bangsa ini harusnya siap menghadapi perubahan zaman, bangsa harus membuka kekakuan mereka untuk memasukkan ilmu baru yang lebih maju.
Bait keenam menyiratkan bahwa kehidupan telah berubah, telah banyak gedung-gedung pencakar langit, dan malam penuh gemerlap. Perihal rakyat lemah, mereka tetaplah di bawah. Begitu banyak protes yang ingin disampaikan tapi hal itu tak bisa mereka sampaikan karena kekuasaan menghalangi. Lebih baik mereka diam dan tidur dari pada celaka pada akhirnya.
Bait ketujuh berisi kritikan kepada penyair lain yang sibuk menulis hal-hal yang indah saja. Mereka tidak peka, padahal disamping mereka rakyat menderita.
Bait kedelapan menggambarkan bahwa banyak anak-anak terdiam menunggu nasib mereka di bawah kekuasaan yang hingar bingar. Sedangkan generasi penerusbangsa pandangannya kabur melihat kehidupan pemerintah yang gemerlap dan mereka masih belum bisa menentukan tujuan. Sedangkan orang tua mereka memiliki berjuta harapan terhadap anak-anaknya yang belum tentu harapan itu terwujud.
Pada bait kesembilan penyair menyampaikan bahwa Indonesia harus berhenti bergantung kepada negara lain, dan kita harus bangkit dan berbenah diri. Negara tidak akan maju jika kita mencontoh negara lain. Kita sendirilah yang harus membenahi diri, mencari tahu kekurangan dan berusaha memperbaikinya dengan kerja yang nyata.
Bait kesepuluh puisi ini menyampaikan bahwa inilah pikiran atau gagasan dari penulis tentang negeri Indonesia ini. hanya sekedar uraian dari sebagian pemikiran atas permasalahan bangsa yang ditulis dimasa yang genting. Dan penyair menegaskan bahwa untuk apa kita cerdas, berpendidikan tinggi, tetapi kita tidak bisa memberi solusi terhadap masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan ini.
Bait kesebelas, berisi pertanyaan yang mempertanyakan isi sajak-sajaknya. Menggugah hati nurani pemerintah, rakyat, dan para sastrawan.
Dari analisis masing bait-bait di atas dapat kita ketahui bahwa tema dari puisi karya W.S. Rendra ini adalah kritik sosial.
2. Rasa
Puisi “Sajak Lisong” karya W.S. Rendra merupakan ungkapan rasa sedih, kecewa dan marah. Perasaan sedih yang dirasakan penyair dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
dan aku melihat delapan juta kanak – kanak, tanpa pendidikan (bait kedua)
aku melihat sarjana - sarjana menganggur, berpeluh di jalan raya (bait kelima)
Perasaan marah yang dirasakan penyair, dapat tergambar dari kutipan berikut ini.
Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan
Kita mesti keluar ke jalan raya
keluar ke desa-desa
mencatat sendiri semua gejala
dan menghayati persoalan yang nyata (bait kesembilan)
Larik di atas menggambarkan kemarahan penyair terhadap para penguasa yang hanya berpatokan dan bergantung kepada negara lain. Para penguasa harus bangkit dan mulai membenahi diri bersama-sama rakyatnya. Mencari tahu kekurangan dan berusaha memperbaikinya dengan kerja yang nyata.
Perasaan kecewa yang dirasakan penyair dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
aku bertanya
tetapi pertanyaan – pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet (bait ketiga)
Disini penyair merasa kecewa terhadap sikap para penguasa yang tidak pernah mau mendengarkan pendapatnya. penyair kecewa karena aspirasinya tidak mendapatkan respon, dan selalu diabaikan.
aku bertanya
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair - penyair salon
yang bersajak tentang anggur dan rembulan
sementara ketidaik adilan terjadi disampingnya (bait ketujuh)
Lirik di atas menyiratkan kekecewaannya penyair terhadap rekan-rekannya yang terlena akan indahnya puisi-puisi romantis sedangkan rakyat tengah menderita di samping-nya.
3. Nada dan Suasana
a. Nada
Dalam puisi ini penulis menggambarkan nada-nada menyindir, kritik, menasehati dan nada tegas. Berikut kutipannya.
1)Nada Menyindir
dan aku melihat delapan  juta kanak – kanak, tanpa pendidikan (bait kedua)
aku melihat sarjana - sarjana menganggur, berpeluh dijalan raya (bait kelima)
Dari kutipan diatas, penyair menyindir para pejabat  dan penguasa mengenai nasib para anak-anak yang tidak berpendidikan dan sarjananya yang masih kebingungan dan harus bersusah payah mencari pekerjaan yang layak.
2) Nada Kritik
membentur meja kekuasaan yang macet (bait ketiga)
aku melihat protes-protes yang terpendam (bait keenam)
membentur jidat penyair-penyair salon (bait ketujuh)
3) Nada Menasehati
apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan
apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan
(bait kesepuluh)
Disini penyair ingin memberikan nasehat kepada semua orang yang mendengar dan yang membaca puisinya. Penyair ingin menyampaikan bahwa untuk apa harta yang banyak jika tidak bisa membantu orang lain, untuk apa pendidikan yang tinggi, jika ilmunya tidak dimanfaatkan untuk membantu orang lain dan untuk apa jabatan yang tinggi, bila kita tidak bisa membantu dan memberi solusi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi pada orang-orang yang ada disekitar kita.
4) Nada Tegas
kita mesti berhenti membeli rumus - rumus asing
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan
Kita mesti keluar ke jalan raya
keluar ke desa-desa
mencatat sendiri semua gejala
dan menghayati persoalan yang nyata (bait kesembilan)
Di sini penyair dengan tegas Indonesia harus berhenti bergantung kepada negara lain, dan kita harus bangkit dan berbenah diri. Negara tidak akan maju jika kita mencontoh negara lain. Kita sendirilah yang harus membenahi diri, mencari tahu kekurangan dan berusaha memperbaikinya dengan kerja yang nyata.
b. Suasana
Suasana yang dibangun W.S dalam Rendra dalam puisi “Sajak Lisong” ini adalah suasana yang penuh kesedihan, kekecewaan, dan juga kemarahan.
4. Amanat
            Amanat dalam puisi “Menyesal” karya Ali Hasjmi yang dapat saya simpulkan adalah sebagai berikut. Pertama, jangan suka bersenang-senang diatas penderitaan orang lain. Kedua, jangan suka bertindak sewenang-wenang terhadap orang yang lemah, hanya karena kita memiliki jabatan atau kedudukan yang tinggi. Ketiga, jangan jadi manusia yang egois yang hanya mementingkan diri sendiri dan tidak mau mendengarkan pendapat orang lain. Keempat, sebagai manusia kita harus saling membantu, bekerja sama dalam menyelesaikan suatu masalah. Kelima, sebagai manusia kita harus berani mengeluarkan pendapat, untuk menentang segala bentuk ketidak adilan yang terjadi disekitar kita. Keenam, sebagai manusia kita harus saling menghargai satu sama lain, dan jangan suka membeda-bedakana antara satu sama lain.
            Selain itu, penyair juga ingin menyampaikan sekaligus mengajak masyarakat untuk keluar dari keterpurukan, baik dalam persoalan sosial, pendidikan, ekonomi, dan birokrasi. Sudah saatnya Indonesia keluar dari persoalan akut dengan membangun kemandiran dan tidak lagi bersandar/mengandalkan kekuatan asing.

7 komentar:

Cari Blog Ini