Tampilkan postingan dengan label RESENSI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label RESENSI. Tampilkan semua postingan

Minggu, 19 Juni 2022

Ulasan Novel Biografi Rahmah El Yunusiyyah: Perempuan Yang Mendahului Zaman

Judul: Rahmah El Yunusiyyah: Perempuan yang Mendahului Zaman
Penulis: Khairul Jasmi
Penerbit: Republika
Tahun Terbit: 2020
Jumlah halaman: xii + 231


Beliau sering mengatakan, "Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki atau perempuan." (Jasmi, hlm.196)

Novel biografi ini ditulis oleh Khairul Jasmi, seorang penulis dan juga seorang wartawan senior. Seperti buku biografi lainnya, KJ melakukan banyak riset untuk menunjang isi buku ini. Saking banyaknya, ucapan terima kasih buku ini mencapai enam halaman. Isinya kurang lebih ucapan terima kasih KJ kepada seluruh narasumbernya yang telah banyak memberi sumbangsih selama penggarapan buku ini. Dengan banyaknya riset yang dilakukan KJ, novel biografi ini tidak perlu diragukan lagi keabsahannya. 

Novel biografi ini berisi kisah Rahmah El Yunusiyyah mulai dari beliau lahir hingga beliau wafat. Rahmah El Yunusiyyah merupakan tokoh perempuan yang hidup pada masa kolonial hingga kemerdekaan diraih Indonesia. Beliau terkenal sebagai tokoh perempuan yang sangat peduli pada agama dan pendidikan para perempuan khususnya di Minangkabau.

Novel ini berfokus pada kisah perjuangan Etek Amah (sapaan akrab beliau) dalam membangun sekolah Diniyyah Puteri, membela hak perempuan, pun membantu kemerdekaan Indonesia. Dalam perjuangan tersebut banyak masalah dan rintangan yang beliau hadapi mulai dari biaya, kesetaraan gender, stereotip masyarakat, ditambah pengawasan dari penjajah pada masa itu. Namun beliau tidak pernah lelah dan terus berusaha hingga rela berkeliling Indonesia sampai ke Malaysia untuk berdakwah dan membangunan sekolahnya.

Hebatnya lagi, waktu pedudukan Jepang, beliau pernah menjadi ketua Haha No Kai (sebuah organisasi perempuan di Padag Panjang). Pada masa perang kemerdekaan beliau ikut memelopori pembentukan TKR di Padang Panjang (sederhananya TKR itu TNI jaman dulu). Alhasil, Etek Amah pernah didenda, ditangkap, bahkan ditahan penjajah.

Etek Amah diberi gelar syekhah oleh Universitas Al-Azhar, Kairo. Ini gelar guru besar pertama untuk perempuan di dunia. Beliau juga penerima penghargaan Bintang Mahaputra Adiprana dari Presiden Republik Indonesia, SBY pada 13 Agustus 2013. Jika teman-teman ingin tahu alasan pemberian gelar kehormatan tersebut, silakan temukan jawabannya di dalam buku ini! 

Tidak seperti buku biografi lainnya, buku ini menggunakan bahasa yang ringan, mudah dipahami, dan tidak monoton.  Novel biografi ini terasa lebih "menggugah" dan tentu saja tidak membosankan. Karena ini novel biografi seorang tokoh perempuan, tentu saja nilai-nilai feminisme sangat jelas tergambar. Pembaca akan diajak untuk memahami feminisme versi Islam itu bagaimana. Jika bisa disimpulkan secara sederhana, mungkin feminisme di sini "bebas tetapi tidak melupakan kodrat". 

Melalui novel biografi ini kita pun diajak untuk megamati bagaimana  pola pikir orang-orang jaman dahulu,  posisi wanita di dalam masyarakat, dan perjuangan seorang wanita dalam mempertahankan prinsipnya di masa itu. Sehingga semua pembaca buku ini pasti setuju dengan pendapat bahwa Etek Amah sungguh seorang wanita yang cerdas dan pola pikir beliau sangatlah luar biasa. Mungkin itulah sebabnya buku ini diberi judul perempuan yang mendahului zaman.

Seperti tokoh-tokoh hebat lainnya yang mengabadikan diri melalui tulisannya, di dalam buku ini tidak dijelaskan apakah Etek Amah pernah menulis buku atau tidak. Hal itulah yang saya sayangkan. Selanjutnya, dalam novel biografi ini cukup banyak nama tokoh/sejarawan yang wara-wiri tetapi tidak dijelaskan siapa beliau dan apa hubungan para tokoh tersebut dengan Etek Amah. Jika saya ingin tahu siapa tokoh tersebut, saya harus berhenti membaca kemudian mencari tahu di google terlebih dahulu. Itu cukup mengganggu.

Mengingat bahasanya yang ringan, novel biografi ini sangat cocok dibaca oleh semua kalangan. Namun saya sangat merekomendasikan buku ini untuk para perempuan muslimah karena Etek Amah bisa dijadikan sebagai teladan dalam kehidupan kita. 

Jika teman-teman masih ragu untuk membeli atau membaca buku ini, teman-teman bisa membaca pratinjau buku ini secara gratis di google book terlebih dahulu. :)

Pengulas: Nendi Dwi Wahyuni dan Riska Mulyani

Sabtu, 19 Maret 2022

Resensi Novel Bila Malam Bertambah Malam Karya Putu Wijaya


Judul: Bila Malam Bertambah Malam
Penulis: Putu Wijaya
Penerbit: PT Dunia Pustaka Jaya
Tahun Terbit: 2007
Edisi Elektronik: 2018

Bila Malam Bertambah Malam merupakan karya pertama Putu Wijaya yang saya baca. Saya ingat betul bahwasanya nama Putu Wijaya sering disebut dalam beberapa mata kuliah kesusastraan. Membaca karya Putu Wijaya seperti menu wajib bagi peminat sastra. Dan ya, baru tahun ini saya kesampaian membaca karya beliau, sedikit informasi, saya membaca buku ini melalui aplikasi ipusnas, sebuah aplikasi perpustakaan yang dikelola langsung oleh perpustakaan nasional. Di sana banyak sekali buku-buku dengan berbagai kategori. Selayaknya perpustakaan, kamu bisa meminjam buku apa saja yang tersedia di aplikasi ini dan itu GRATIS.

Bila Malam Bertambah malam dibuka dengan Gusti Biang yang menanti kepulangan putra satu-satunya, I Gusti Ngurah. Sepenantiannya itu, Gusti Biang yang merasa terintimidasi oleh Nyoman semakin menunjukkan ‘taringnya’ di rumah itu. Gusti Biang merupakan seorang bangsawan yang kolot, keras kepala, dan menjunjung tinggi kasta serta status kebangsawanannya.  Umurnya sekitar tujuh puluh tahun  dan ia seorang janda.  Di rumahnya, Gusti Biang hidup bersama Nyoman, pembatu perempuannya dan Wayan, seorang lelaki tua yang setia mengabdi di rumah itu sekaligus sahabat mendiang suami Gusti Biang.  

Konflik dalam buku ini berputar di antara keempat tokoh tadi. Gusti Biang yang hidup dengan arogansinya sering berlawanan dengan Nyoman, seorang gadis cantik yang merasa kemerdekaannya telah terenggut sejak lama. Begitu pula dengan Wayan, mantan pejuang yang memiliki banyak rahasia di hidupnya serta Ngurah yang akan pulang dari Jawa, di mana kepulangannya menjadi puncak permasalahan dalam novel ini.

Novel ini mengambil latar Bali sekitar tahun 1950—1960-an. Kisah dalam novel ini dimulai saat petang hari dan berakhir saat tengah malam. Mungkin itulah kenapa novel ini diberi judul Bila Malam Bertambah Malam. Melalui novel ini dapat kita ketahui bahwa pada masa itu masyarakat Bali sangat berpegang teguh kepada kasta mereka. Kasta tertinggi merasa berhak melakukan apapun kepada orang dengan kasta di bawahnya. Begitu pula sebaliknya, orang dengan kasta terendah harus bisa menerima dan sabar terhadap segala perlakuan orang-orang dengan kasta tinggi. Namun, di antara masyarakat itu juga terdapat orang-orang yang berpikiran maju dan terbuka, bahwa setiap orang memiliki hak yang sama dan tidak terikat dengan kasta. Sepertinya itulah yang ingin disampaikan Putu Wijaya melalui novel ini bahwa kita haruslah berpikiran terbuka dan menerima segala perubahan yang telah terjadi.

Saat membaca bagian awal novel ini  saya cukup bosan tapi semakin dibaca saya menyadari bahwa ada satu daya tarik yang membuat saya ingin melanjutkan novel ini hingga selesai.  Daya tarik itu terletak pada tokoh-tokoh novel ini. Selama membaca novel ini saya banyak merenung karena tokoh Gusti Biang. Saya takut menjadi tua dan menyebalkan seperti tokoh Gusti Biang dalam novel ini.

Bila Malam Bertambah Malam memiliki alur yang ringkas, tidak bertele-tele, dan sebenarnya bisa selesai dalam sekali duduk karena cukup singkat untuk kategori novel. Di samping itu, novel ini memliki plot twist yang sebenarnya sudah bisa ditebak oleh para pembaca. Walaupun pada bagian akhir buku ini terdapat glosarium, sebagai pembaca yang bukan orang Bali, saya masih kesulitan memahami beberapa kata yang digunakan dalam novel ini. Meski begitu novel ini tetap menarik untuk dibaca pecinta sastra. Buku ini juga dapat dijadikan referensi bagi penulis pemula yang ingin memberi kesan kuat pada tulisannya.

Jumat, 04 Maret 2022

Ulasan Novel Janji Karya Tere Liye

Judul: Janji
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Sabak Grip Nusantara
Tahun Terbit: 2021

Novel janji merupakan karya ke-48 Tere Liye. Siapa yang tidak kenal dengan Tere Liye? Penulis yang bukunya selalu best seller walau gak pakai tulisan best seller di kovernya. Penulis yang bukunya selalu ditunggu-tunggu penggemarnya dan selalu dicetak ulang bahkan sampai puluhan kali. Oh iya, novel janji ini diterbitkan oleh Sabak Grip Nusantara. Jadi, buku-buku Tere Liye yang terbaru itu diterbitkan Sabak Grip, bukan Gramedia lagi. Katanya sih itu penerbit milik Tere Liye sendiri tapi belum ada fakta yang mendukung pernyataan itu.

Isi cerita novel Janji ini bisa dibilang gabungan tiga novel Tere Liye sebelumnya. Pertama, novel Tentang Kamu karena sama-sama menelusuri perjalanan hidup seseorang; kedua, novel Rindu karena sama-sama punya banyak perubahan dengan sikap tokoh utama; dan  ketiga novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu karena sama-sama mencari jawaban atas pertanyaan tentang kehidupan. Karena gabungan dari tiga novel yang keren, bisa dibilang novel Janji ini kerennya triple.

Janji dibuka dengan cerita kejailan Tiga Sekawan (Baso, Hasan, dan Kaharudin) yang menambahkan garam ke dalam teh calon presiden yang mengunjungi sekolah mereka. Karena geram, mereka pun dihukum oleh Buya (pemilik sekolah sekaligus ulama termasyhur) untuk mencari Bahar, mantan siswa nakal di sekolah agama tersebut. Bahar merupakan tokoh utama novel ini, pencarian Bahar dilatarbelakangi mimpi luar biasa yang dialami ayah Buya. Selama pencariannya, Tiga Sekawan bertemu dengan orang-orang luar biasa dan mendapatkan petualangan seru. Karena jalan pikir anak-anak nakal itu sepertinya sama, akhirnya Tiga Sekawan berhasil menemukan simpul-simpul tentang kehidupan Bahar. Kisah hidup Bahar sangat mengharukan dan penuh pesan. Intinya, di mana Bahar menetap, di situ terjadi perubahan yang baik dengan lingkungannya.

Namun sayang, perubahan karakter Tiga Sekawan kurang menonjol di novel ini. Meski sudah mendengar cerita dari orang yang mengenal Bahar, Tiga Sekawan tidak begitu menunjukkan perubahan sikap yang menonjol. Meski pada akhirnya mereka bertiga tidak jadi keluar dari sekolah agama tersebut.

Seperti karya Tere Liye lainnya, novel Janji ini disajikan secara detail dan apik, sehingga pembaca dapat memahami dengan baik setiap kisah yang disajikan.  Di samping itu, novel ini punya banyak sekali pesan tentang kehidupan. Kisah Bahar dalam novel ini benar-benar bikin nangis terisak tapi sesekali juga bikin ketawa. Membaca novel setebal 486 halaman ini tidak akan terasa karena memang seseru itu cerita yang disajikan.

Secara keseluruhan, novel ini  sangat cocok dibaca semua orang baik muslim maupun yang non muslim. Melalui novel ini kita belajar bahwa dari Bahar yang memiliki banyak kelemahan pun masih bisa menjadi manusia yang bermanfaat dan membekas di hati setiap orang yang mengenalnya.  Bagaimanakah dengan kita?

“Tunaikan janjimu. Aku tahu kau akan selalu menepati janji.”-Tere Liye

Pengulas: Nendi Dwi Wahyuni dan Riska Mulyani

Ulasan Novel The White Masai: Kisah Nyata tentang Dua Insan Berbeda Ras yang Bersatu karena Cinta Karya Corinne Hofmann

Judul: The White Masai
Penulis: Corinne Hofmann
Penerbit: Pustaka Alvabet
Penerjemah: Lulu Fitri Rahman
Tahun Terbit: 2010

Alasan pertama saya membaca buku ini karena pada kover buku ini terdapat tulisan terjual lebih dari 4 juta eksemplar dan telah diterjemahkan ke dalam 33 bahasa. Saya yakin bukan hanya saya yang ingin membaca novel ini karena "tulisan" itu. The White Masai ini merupakan buku pertama Corinne Hofmann yang populer dan merupakan novel yang diangkat dari kisah hidupnya sendiri. 

Novel ini dimulai ketika Corinne berlibur ke Kenya bersama Marco, kekasihnya pada tahun 1986. Di sanalah ia bertemu dengan Lketinga, seorang pria suku Masai. Dilihat dari tingkahnya, Corinne telah jatuh cinta kepada Lketinga pada pandangan pertama. Ia mulai terobsesi dengan Lketinga hingga ia memutuskan hubungan dengan kekasihnya, Marco. Corinne pun memutuskan pindah dari Swiss dan menetap di Kenya pada tahun 1987. Pada tahun itu pula Corinne menikah dengan Lketinga dan petualangan Corinne sebagai istri seorang Masai pun dimulai. Sungguh suatu perjalanan yang tidak mudah, menginat bahwa Corinne seorang wanita Eropa modern  harus menjalani kehidupan sebagai istri dari seorang Masai yang mempunyai peradaban dan budaya yang jauh berbeda. Kurang lebih empat tahun Corinne bertahan merasakan manis getir kehidupan perkawinan bersama Lketinga.

Corinne mengisahkan dirinya dengan begitu sederhana dan apa adanya. Kemandirian dan kekuatan prinsip yang dimiliki Corinne membawanya menemui Lketinga, di pedalaman Barsaloi, Kenya. Sebagai wanita berkulit putih dengan latar belakang yang berbeda dengan suku Masai membuat Corinne harus mengikuti adat istiadat dan budaya di tempat dia berada. Tak hanya itu. Birokrasi di Kenya juga memaksanya untuk tetap bertahan dengan pilihannya agar bisa menikah dengan kekasihnya. Meski sudah memiliki anak, perbedaan antara Corinne dan Lketinga tetap tak dapat melebur. Seperti kisah cinta lainnya, konflik-konflik selalu terjadi. Namun dari semua rentetan cerita tersebut, kegigihan, konflik batin, serta kehidupan di Barsaloi adalah garis besar yang membuat pembaca ikut menyelami kehidupan seorang Corinne Hofmann.

Sebagai pembaca, saya kagum dengan cara Corinne menceritakan kisahnya. Banyak ilmu dan pengetahuan yang didapatkan setelah membaca novel ini terutama terkait kebudayaan masyarakat pedalaman Kenya. Saya tidak dapat berhenti membaca buku ini karena penasaran bagaimana akhir kisah ini. Awalnya saya pikir kisah dalam novel ini terlalu mendramatisir kehidupan yang dialami Corinne. Namun, setelah membaca lebih jauh, saya paham bahwa perbedaan adat, budaya, dan pola pikirlah yang menjadi muara dari segala konflik dalam kisah ini.  Tebakan saya pun benar, kisah dalam buku ini berakhir sesuai prediksi saya dan mungkin hampir semua pembaca novel ini. Meski begitu, saya salut dengan ketangguhan Corinne karena ia sanggup bertahan sejauh itu.

Bagi penikmat buku dengan kisah cinta penuh petualangan dan perjuangan, buku “The White Masai” sangat saya rekomendasikan. Meski buku ini telah lama terbit, saya pikir tidak ada kata terlambat untuk membaca buku ini. Pada akhirnya, para pembaca akan menyadari, kenapa buku ini terjual lebih dari 4 juta eksemplar dan diterjemahkan ke dalam 33 bahasa.

“Inilah kisahku selama empat tahun tinggal di pedalaman Kenya. Dengan obsesif, aku mengejar cinta terbesar dalam hidupku dan menjalani manis getirnya kehidupan di sana. Benar-benar sebuah petualangan besar yang mengujiku sampai batas maksimal secara fisik ataupun mental. Namun bagiku, itu juga satu pertarungan mempertahankan hidup yang akhirnya bisa kumenangkan bersama putriku, Napirai.”-Corinne Hofmann

Diulas oleh: Riska Mulyani

Jumat, 25 Februari 2022

Resensi Buku Chairil Anwar: Bagimu Negeri Menyediakan Api Oleh: Riska Mulyani



CHAIRIL YANG TETAP HIDUP 
Judul               : Chairil Anwar: Bagimu Negeri Menyediakan Api
Penerbit           : Kepustakaan Populer Gramedia
Cetakan           : Pertama, Oktober 2016
Tebal               : x + 152 halaman

Siapa yang tak kenal Chairil Anwar  si Binatang Jalang yang ingin hidup 1000 tahun lagi, pelopor kesusastraan angkatan 45 yang mendobrak angkatan sebelumnya. Dalam Perayaan tujuh belas agustusan, puisi-puisi cemerlang Chairil selalu dibacakan dari Sabang sampai Merauke. Rasanya tak akan pernah habis pembicaraan tentang Chairil Anwar baik individunya maupun sajak-sajaknya. Chairil seperti bagian dari bangsa Indonesia yang pernah ada, dan terus dirindukan.

Chairil Anwar: Bagimu Negeri Menyediakan Api merupakan hasil penelusuran tim majalah Tempo dalam rangka menyambut hari Kemerdekaan RI tahun 2016. Sama seperti edisi khusus tokoh-tokoh sebelumnya. Buku ini  menceritakan berbagai sisi kehidupan sang tokoh dan juga pandangan dari orang-orang di sekitarnya. 

Buku ini mengungkap kehidupan Chairil Anwar dengan lengkap, mulai dari kehidupan  masa kecilnya di Medan, kepindahannya ke Jakarta, inspirasinya dalam menulis hingga peristiwa kematiannya. Chairil Anwar dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada 26 Juli 1922 . Ia merupakan anak satu-satunya dari pasangan Toeloes bin Manam dan Siti Saleha, keduanya berasal dari kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Chairil Anwar mulai mengenyam pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi pada masa penjajahan Belanda. Ia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama Hindia Belanda, tetapi kuluar sebelum lulus.
Pada tahun 1942, setelah perceraian orang tuanya, Chairil bersama ibunya pindah ke Jakarta dan mulai mengenal dunia sastra. Yang membuat Chairil Anwar bersinar adalah kemampuannya melahirkan karya yang tidak sekadar memotret dan menggelorakan jiwa perjuangan kemerdekaan RI, namun juga kemampuannya mengolah bahasa Indonesia, yang pada saat itu belum semaju sekarang. Pada masa ia hidup, bahasa Melayu dan Belanda masih lebih familier digunakan. Kegilaan Chairil terhadap buku sastra dunia dan perjuangannya mencari kata, diksi, bentuk dan isi terbaik dalam lirik-lirik puisinya membuat karyanya menjadi unggul dan berbeda dari karya-karya Angkatan Pujangga Baru saat itu.
Mengenai puisi-puisi perjuangannya, ia tidak hanya merenung dan berimajinasi di balik meja saja, melainkan terlibat langsung dalam pertempuran yang kemudian dituangkannya ke dalam sajak. Hal ini dapat dilihat dari salah satu puisinya yang berjudul “Krawang-Bekasi”, “Persetujuan dengan Bung Karno”, “Aku” dan “Diponegoro”. Selain puisi perjuangan, ada juga puisi-puisi cinta yang terinspirasi dari beberapa perempuan yang pernah singgah dihidupnya.
Chairil Anwar meninggal pada tanggal 28 April 1949, karena penyakit tifus, infeksi dan usus pecah. Chairil dimakamkan di Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta Pusat. Chairil mati muda pada usia 27 tahun dan sejarah akan terus mencatat, ia seorang pemberontak yang tak beranjak tua. Mati muda telah mengekalkan imaji dirinya selaku pemberontak terhadap adat-istiadat, nilai, dan kemapanan Pujangga Baru. Walau telah tiada, sampai hari ini Chairil adalah sebuah inspirasi. Inspirasi tentang bagaimana seorang pengarang menciptakan karakter bahasa yang mampu menembus dominasi bahasa pejabat, bahasa politikus, bahasa pengacara dan bahasa preman sekaligus.
Buku ini disarankan untuk mahasiswa yang belajar kesusastraan, dan juga tenaga edukatif untuk menambah referensi dalam proses pembelajaran serta khalayak umum yang ingin lebih tahu lebih dalam tentang Chairil Anwar. Terlepas dari pemaparan orang-orang di sekitar Chairil yang terlalu luas, dan sering terjadi pengulangan informasi di beberapa bagian, buku ini bagus untuk dibaca karena disajikan dengan bahasa yang ringan, dilengkapi foto dan gambar, serta beberapa karya Chairil yang terkenal serta beberapa tulisan lain yang belum pernah terbit sebagai kumpulan puisi. Sampul buku yang sederhana namun terkesan mendalam menjadi nilai tambah buku ini.

    Resensiator: Riska Mulyani
    Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia TM 2015

Rabu, 29 April 2020

ULASAN BUKU "STORY OF THE GREAT WIFE: AISYAH r.a" Oleh Riska Mulyani



THE GREAT WIFE AISYAH

Judul
: Story of The Great Wife : Aisyah r.a
Penulis : Ahmad bin Salim Badawilan
Penerbit : Nahklah Pustaka
Cetakan : ketiga
Tebal : 184 halaman

Suatu ketika Nabi Muhammad pernah ditanya, “siapakah wanita yang paling engkau cintai? Dengan tegas beliau menjawab “Aisyah”. Ya, Aisyah putri Abu Bakar As-Shidiq, yang kerap disebut sebagai Ummul Mukminin. Satu-satunya “gadis” yang dinikahi nabi dan salah satu bidadari yang akan menemani Nabi Muhammad di surga kelak, membuat Aisyah r.a menjadi panutan bagi banyak wanita.
Story of The Great Wife: Aisyah r.a merupakan salah satu buku yang menceritakan kehidupan Aisyah r.a. Penulis menjabarkan kehidupan Aisyah dengan lengkap, mulai dari kehidupan masa kecilnya, pernikahan yang penuh berkah, hijrahnya ke Madinah, hingga hari wafatnya Aisyah. Dalam buku ini dikatakan bahwa Aisyah dilahirkan di kota Makkah dalam rumah kejujuran dan penuh keimanan. Ia tumbuh dalam naungan berbagai keutamaan Islam yang agung beserta ajaran-ajarannya yang mulia. Ia adalah wanita agung dengan kepandaian, keluasan ilmu, kecerdasan, dan keagungaan akhlak yang mengundang kekaguman.
Aisyah r.a menikah dengan Nabi Muhammad saat ia masih belia (dalam buku ini tidak dituliskan umur Aisyah dengan pasti). Nabi Muhammad pernah berbicara pada Aisyah, bahwa pernikahannya dengan Aisyah atas dasar wahyu Allah. Nabi pernah bermimpi selama 3 malam berturut-turut didatangi malaikat bersama Aisyah di balik kain sutra. Malaikat berkata, ini istrimu, lalu nabi menyingkap kain sutra itu dan melihat aisyah dibaliknya. Mimpi itulah yang mendasari pernikahan Nabi dengan Aisyah r.a.
Setelah hijrah ke Madinah, barulah acara pernikahan Nabi Muhammad saw. dan Aisyah dilangsungkan, tepatnya setelah nabi dan pasukannya memenangkan perang Badar pada bulan Syawal tahun kedua Hijriah. Aisyah tinggal bersama nabi di  “Rumah Kenabian” yang terletak di samping Masjid Nabawi sekarang. Bagaimana kehidupan rumah tangga nabi dengan Aisyah dengan jelas dituliskan dalam buku ini. Selain itu, sifat dan karakter Aisyah sebagai istri nabi pun dijelaskan dengan lengkap di sini.
Berbeda dengan beberapa buku tentang kehidupan Aisyah r.a lainnya yang terkesan “berat”, buku ini membahas kehidupan Aisyah r.a. dengan bahasa yang ringan sehingga mudah dipahami. Meski menggunakan bahasa yang ringan buku ini tidak mengurangi keabsahannya sebagai kisah seorang istri nabi. Untuk menunjang keasliannya, penulis menyisipkan beberapa potongan ayat Alquran dan hadist yang berkaitan dengan kehidupan Aisyah. Hal itu menambah nilai tersendiri bagi pembacanya.
Seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan buku ini. Ada bagian dalam buku ini yang mengungkapkan usia Aisyah r.a saat wafat. Padahal dari beberapa sumber terkait, usia Aisyah r.a yang sebenarnya tidak dapat dipastikan karena ada beragam pendapat mengenai usia dan tahun kelahirannya. Akan lebih bijak jika penulis tidak mencantumkannya atau bisa memberi keterangan atau penjelasan yang lebih bisa diterima oleh pembaca.
Terlepas dari semua itu, buku ini disarankan untuk khalayak umum baik perempuan maupun laki-laki yang ingin mengetahui dan menambah referensi tentang kehidupan Aisyah r.a, Ummul Mukminin. Seperti penulis buku ini katakan, jika Anda ingin menjadi istri solehah, Anda tidak salah membacanya dari sosok Aisyah. Jika Anda ingin menjadi istri terbaik bagi suami, anak-anak, keluarga, dan masyarakat, Anda tepat belajar dari Aisyah, ibunda orang-orangg mukmin. Bila Anda mendambakan rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah, tepat sekali Anda mengambil teladan dari rumah tangga Aisyah dan Rasulullah. Bacalah buku ini! Buku ini akan membawa Anda mengarungi samudera kehidupan rumah tangga Aisyah bersama Rasulullah. Anda akan dapatkan sajian istimewa profil istri terbaik pada kehidupan rumah tangga terbaik sepanjang masa.

    Resensiator: Riska Mulyani

sumber foto:www.goodreads.com

Cari Blog Ini