Sabtu, 19 Maret 2022

Resensi Novel Bila Malam Bertambah Malam Karya Putu Wijaya


Judul: Bila Malam Bertambah Malam
Penulis: Putu Wijaya
Penerbit: PT Dunia Pustaka Jaya
Tahun Terbit: 2007
Edisi Elektronik: 2018

Bila Malam Bertambah Malam merupakan karya pertama Putu Wijaya yang saya baca. Saya ingat betul bahwasanya nama Putu Wijaya sering disebut dalam beberapa mata kuliah kesusastraan. Membaca karya Putu Wijaya seperti menu wajib bagi peminat sastra. Dan ya, baru tahun ini saya kesampaian membaca karya beliau, sedikit informasi, saya membaca buku ini melalui aplikasi ipusnas, sebuah aplikasi perpustakaan yang dikelola langsung oleh perpustakaan nasional. Di sana banyak sekali buku-buku dengan berbagai kategori. Selayaknya perpustakaan, kamu bisa meminjam buku apa saja yang tersedia di aplikasi ini dan itu GRATIS.

Bila Malam Bertambah malam dibuka dengan Gusti Biang yang menanti kepulangan putra satu-satunya, I Gusti Ngurah. Sepenantiannya itu, Gusti Biang yang merasa terintimidasi oleh Nyoman semakin menunjukkan ‘taringnya’ di rumah itu. Gusti Biang merupakan seorang bangsawan yang kolot, keras kepala, dan menjunjung tinggi kasta serta status kebangsawanannya.  Umurnya sekitar tujuh puluh tahun  dan ia seorang janda.  Di rumahnya, Gusti Biang hidup bersama Nyoman, pembatu perempuannya dan Wayan, seorang lelaki tua yang setia mengabdi di rumah itu sekaligus sahabat mendiang suami Gusti Biang.  

Konflik dalam buku ini berputar di antara keempat tokoh tadi. Gusti Biang yang hidup dengan arogansinya sering berlawanan dengan Nyoman, seorang gadis cantik yang merasa kemerdekaannya telah terenggut sejak lama. Begitu pula dengan Wayan, mantan pejuang yang memiliki banyak rahasia di hidupnya serta Ngurah yang akan pulang dari Jawa, di mana kepulangannya menjadi puncak permasalahan dalam novel ini.

Novel ini mengambil latar Bali sekitar tahun 1950—1960-an. Kisah dalam novel ini dimulai saat petang hari dan berakhir saat tengah malam. Mungkin itulah kenapa novel ini diberi judul Bila Malam Bertambah Malam. Melalui novel ini dapat kita ketahui bahwa pada masa itu masyarakat Bali sangat berpegang teguh kepada kasta mereka. Kasta tertinggi merasa berhak melakukan apapun kepada orang dengan kasta di bawahnya. Begitu pula sebaliknya, orang dengan kasta terendah harus bisa menerima dan sabar terhadap segala perlakuan orang-orang dengan kasta tinggi. Namun, di antara masyarakat itu juga terdapat orang-orang yang berpikiran maju dan terbuka, bahwa setiap orang memiliki hak yang sama dan tidak terikat dengan kasta. Sepertinya itulah yang ingin disampaikan Putu Wijaya melalui novel ini bahwa kita haruslah berpikiran terbuka dan menerima segala perubahan yang telah terjadi.

Saat membaca bagian awal novel ini  saya cukup bosan tapi semakin dibaca saya menyadari bahwa ada satu daya tarik yang membuat saya ingin melanjutkan novel ini hingga selesai.  Daya tarik itu terletak pada tokoh-tokoh novel ini. Selama membaca novel ini saya banyak merenung karena tokoh Gusti Biang. Saya takut menjadi tua dan menyebalkan seperti tokoh Gusti Biang dalam novel ini.

Bila Malam Bertambah Malam memiliki alur yang ringkas, tidak bertele-tele, dan sebenarnya bisa selesai dalam sekali duduk karena cukup singkat untuk kategori novel. Di samping itu, novel ini memliki plot twist yang sebenarnya sudah bisa ditebak oleh para pembaca. Walaupun pada bagian akhir buku ini terdapat glosarium, sebagai pembaca yang bukan orang Bali, saya masih kesulitan memahami beberapa kata yang digunakan dalam novel ini. Meski begitu novel ini tetap menarik untuk dibaca pecinta sastra. Buku ini juga dapat dijadikan referensi bagi penulis pemula yang ingin memberi kesan kuat pada tulisannya.

Jumat, 04 Maret 2022

Ulasan Novel Janji Karya Tere Liye

Judul: Janji
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Sabak Grip Nusantara
Tahun Terbit: 2021

Novel janji merupakan karya ke-48 Tere Liye. Siapa yang tidak kenal dengan Tere Liye? Penulis yang bukunya selalu best seller walau gak pakai tulisan best seller di kovernya. Penulis yang bukunya selalu ditunggu-tunggu penggemarnya dan selalu dicetak ulang bahkan sampai puluhan kali. Oh iya, novel janji ini diterbitkan oleh Sabak Grip Nusantara. Jadi, buku-buku Tere Liye yang terbaru itu diterbitkan Sabak Grip, bukan Gramedia lagi. Katanya sih itu penerbit milik Tere Liye sendiri tapi belum ada fakta yang mendukung pernyataan itu.

Isi cerita novel Janji ini bisa dibilang gabungan tiga novel Tere Liye sebelumnya. Pertama, novel Tentang Kamu karena sama-sama menelusuri perjalanan hidup seseorang; kedua, novel Rindu karena sama-sama punya banyak perubahan dengan sikap tokoh utama; dan  ketiga novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu karena sama-sama mencari jawaban atas pertanyaan tentang kehidupan. Karena gabungan dari tiga novel yang keren, bisa dibilang novel Janji ini kerennya triple.

Janji dibuka dengan cerita kejailan Tiga Sekawan (Baso, Hasan, dan Kaharudin) yang menambahkan garam ke dalam teh calon presiden yang mengunjungi sekolah mereka. Karena geram, mereka pun dihukum oleh Buya (pemilik sekolah sekaligus ulama termasyhur) untuk mencari Bahar, mantan siswa nakal di sekolah agama tersebut. Bahar merupakan tokoh utama novel ini, pencarian Bahar dilatarbelakangi mimpi luar biasa yang dialami ayah Buya. Selama pencariannya, Tiga Sekawan bertemu dengan orang-orang luar biasa dan mendapatkan petualangan seru. Karena jalan pikir anak-anak nakal itu sepertinya sama, akhirnya Tiga Sekawan berhasil menemukan simpul-simpul tentang kehidupan Bahar. Kisah hidup Bahar sangat mengharukan dan penuh pesan. Intinya, di mana Bahar menetap, di situ terjadi perubahan yang baik dengan lingkungannya.

Namun sayang, perubahan karakter Tiga Sekawan kurang menonjol di novel ini. Meski sudah mendengar cerita dari orang yang mengenal Bahar, Tiga Sekawan tidak begitu menunjukkan perubahan sikap yang menonjol. Meski pada akhirnya mereka bertiga tidak jadi keluar dari sekolah agama tersebut.

Seperti karya Tere Liye lainnya, novel Janji ini disajikan secara detail dan apik, sehingga pembaca dapat memahami dengan baik setiap kisah yang disajikan.  Di samping itu, novel ini punya banyak sekali pesan tentang kehidupan. Kisah Bahar dalam novel ini benar-benar bikin nangis terisak tapi sesekali juga bikin ketawa. Membaca novel setebal 486 halaman ini tidak akan terasa karena memang seseru itu cerita yang disajikan.

Secara keseluruhan, novel ini  sangat cocok dibaca semua orang baik muslim maupun yang non muslim. Melalui novel ini kita belajar bahwa dari Bahar yang memiliki banyak kelemahan pun masih bisa menjadi manusia yang bermanfaat dan membekas di hati setiap orang yang mengenalnya.  Bagaimanakah dengan kita?

“Tunaikan janjimu. Aku tahu kau akan selalu menepati janji.”-Tere Liye

Pengulas: Nendi Dwi Wahyuni dan Riska Mulyani

Ulasan Novel The White Masai: Kisah Nyata tentang Dua Insan Berbeda Ras yang Bersatu karena Cinta Karya Corinne Hofmann

Judul: The White Masai
Penulis: Corinne Hofmann
Penerbit: Pustaka Alvabet
Penerjemah: Lulu Fitri Rahman
Tahun Terbit: 2010

Alasan pertama saya membaca buku ini karena pada kover buku ini terdapat tulisan terjual lebih dari 4 juta eksemplar dan telah diterjemahkan ke dalam 33 bahasa. Saya yakin bukan hanya saya yang ingin membaca novel ini karena "tulisan" itu. The White Masai ini merupakan buku pertama Corinne Hofmann yang populer dan merupakan novel yang diangkat dari kisah hidupnya sendiri. 

Novel ini dimulai ketika Corinne berlibur ke Kenya bersama Marco, kekasihnya pada tahun 1986. Di sanalah ia bertemu dengan Lketinga, seorang pria suku Masai. Dilihat dari tingkahnya, Corinne telah jatuh cinta kepada Lketinga pada pandangan pertama. Ia mulai terobsesi dengan Lketinga hingga ia memutuskan hubungan dengan kekasihnya, Marco. Corinne pun memutuskan pindah dari Swiss dan menetap di Kenya pada tahun 1987. Pada tahun itu pula Corinne menikah dengan Lketinga dan petualangan Corinne sebagai istri seorang Masai pun dimulai. Sungguh suatu perjalanan yang tidak mudah, menginat bahwa Corinne seorang wanita Eropa modern  harus menjalani kehidupan sebagai istri dari seorang Masai yang mempunyai peradaban dan budaya yang jauh berbeda. Kurang lebih empat tahun Corinne bertahan merasakan manis getir kehidupan perkawinan bersama Lketinga.

Corinne mengisahkan dirinya dengan begitu sederhana dan apa adanya. Kemandirian dan kekuatan prinsip yang dimiliki Corinne membawanya menemui Lketinga, di pedalaman Barsaloi, Kenya. Sebagai wanita berkulit putih dengan latar belakang yang berbeda dengan suku Masai membuat Corinne harus mengikuti adat istiadat dan budaya di tempat dia berada. Tak hanya itu. Birokrasi di Kenya juga memaksanya untuk tetap bertahan dengan pilihannya agar bisa menikah dengan kekasihnya. Meski sudah memiliki anak, perbedaan antara Corinne dan Lketinga tetap tak dapat melebur. Seperti kisah cinta lainnya, konflik-konflik selalu terjadi. Namun dari semua rentetan cerita tersebut, kegigihan, konflik batin, serta kehidupan di Barsaloi adalah garis besar yang membuat pembaca ikut menyelami kehidupan seorang Corinne Hofmann.

Sebagai pembaca, saya kagum dengan cara Corinne menceritakan kisahnya. Banyak ilmu dan pengetahuan yang didapatkan setelah membaca novel ini terutama terkait kebudayaan masyarakat pedalaman Kenya. Saya tidak dapat berhenti membaca buku ini karena penasaran bagaimana akhir kisah ini. Awalnya saya pikir kisah dalam novel ini terlalu mendramatisir kehidupan yang dialami Corinne. Namun, setelah membaca lebih jauh, saya paham bahwa perbedaan adat, budaya, dan pola pikirlah yang menjadi muara dari segala konflik dalam kisah ini.  Tebakan saya pun benar, kisah dalam buku ini berakhir sesuai prediksi saya dan mungkin hampir semua pembaca novel ini. Meski begitu, saya salut dengan ketangguhan Corinne karena ia sanggup bertahan sejauh itu.

Bagi penikmat buku dengan kisah cinta penuh petualangan dan perjuangan, buku “The White Masai” sangat saya rekomendasikan. Meski buku ini telah lama terbit, saya pikir tidak ada kata terlambat untuk membaca buku ini. Pada akhirnya, para pembaca akan menyadari, kenapa buku ini terjual lebih dari 4 juta eksemplar dan diterjemahkan ke dalam 33 bahasa.

“Inilah kisahku selama empat tahun tinggal di pedalaman Kenya. Dengan obsesif, aku mengejar cinta terbesar dalam hidupku dan menjalani manis getirnya kehidupan di sana. Benar-benar sebuah petualangan besar yang mengujiku sampai batas maksimal secara fisik ataupun mental. Namun bagiku, itu juga satu pertarungan mempertahankan hidup yang akhirnya bisa kumenangkan bersama putriku, Napirai.”-Corinne Hofmann

Diulas oleh: Riska Mulyani

Cari Blog Ini