Selasa, 05 Desember 2023

Pengalaman Seleksi Beasiswa LPDP: Tuhan Punya Rencana Terbaik Part 1

 Dalam postingan kali ini, saya ingin berbagi sedikit pengalaman saya selama mengikuti seleksi beasiswa LPDP. Saya mengikuti seleksi beasiswa LPDP tahun 2021 lalu. Saya masih ingat seleksi tahun 2021 itu merupakan seleksi beasiswa LPDP pertama setelah covid. Semua tahapan seleksinya dilaksanakan secara daring. Sebelum bercerita tentang pengalaman saya. Saya ingin berbagi sedikit alasan saya memutuskan untuk kuliah lagi dan coba daftar LPDP. 

Setelah kulaih S1, ada teman saya yang menyebutkan akan lanjut kuliah dengan beasiswa LPDP. Namun saat itu saya belum tau apa itu LPDP, bagaimana sistemnya, apa syaratnya dll. yang menjadi fokus saya setelah lulus saya harus ikut seleksi CPNS. Dalam pikiran saya, cara tercepat untuk dapat berdiri di atas kaki sendiri adalah dengan menjadi seorang PNS. Pada bulan November tahun 2019 Seleksi CPNS dibuka. Saya mempersiapkan diri dengan cukup baik, saya belajar dari buku, youtube, dan juga dari teman-teman saya. Singkat cerita, saya lulus seleksi administrasi, dan juga SKD. Karena pandemi Covid19, seleksi SKB yang harusnya dilaksanakan bulan Maret 2020 diundur ke bulan September 2020. Setelah penantian panjang itu, saya akhirnya tes SKB. Sama seperti tes SKD, tes SKB dilaksanakan di Padang Panjang. Ketika selesai tes, saya melihat skor tes saya dan melakukan kalkulasi secara mandiri. Sayapun menyadari bahwa saya tidak lulus. Saya tidak tahu apa yang saya rasakan saat itu, di satu sisi saya merasa sedih karena apa yang telah saya usahakan selama ini tidak membuahkan hasil, di sisi lain saya merasa lega karena jika saya lulus saya akan terikat dan harus terbiasa dengan rutinitas sekolah. Terikat di sini bukan berarti tidak bisa berkembang ya. Hanya saja waktu itu saya berpikir, jika saya lulus waktu saya untuk mencoba hal baru akan terbatas. Kakak saya juga mengatakan hal sama, mungkin ketidaklulusan ini membuat saya bisa mencoba banyak hal yang sebelumnya belum pernah dicoba, dan memberi saya banyak kesempatan untuk mencari pengalaman di banyak tempat. Saya setuju dengan itu.

Masih di hari yang sama dan seragam tes belum diganti, saya duduk di depan komputer mencari daftar beasiswa untuk S2. Saya mencoba mengalihkan perasaan saya dengan hal itu. Konon, saat terbaik untuk bangkit adalah saat terburuk di hidupmu. Saya pun mencatat beberapa beasiswa yang mungkin bisa saya ikuti dan salah satu beasiswa itu LPDP. Sambil menunggu beasiswa-beasiswa itu buka, saya mengajar di salah satu sekolah menengah pertama di kabupaten saya. Saya mendistraksi diri saya dengan video orang-orang yang berkuliah dengan beasiswa. Harapannya, agar saya percaya saya juga bisa seperti orang-orang tersebut.

Akhirnya bulan Mei 2021 beasiswa LPDPpun buka setelah hiatus karena pandemi Covid. Saya mulai bergabung dengan grup-grup pencari beasiswa lpdp di telegram dan membaca berbagai tips agar bisa lolos seleksi beasiswa di internet. Di sela-sela kesibukan mengajar, saya menyiapkan berkas-berkas persyaratan beasiswa LPDP, seperti surat rekomendasi, dan hasil tes kemampuan bahasa Inggris.

Saya meminta surat rekomendasi kepada pembimbing skripsi saya waktu kuliah S1 dan kepala sekolah tempat saya mengajar. karena saya dan kepala sekolah tempat saya mengajar hampir bertemu setiap hari, proses pembuatan surat rekomendasi ini berjalan dengan cepat dan lancar. Yang menarik adalah ketika saya meminta surat rekomendasi kepada pembimbing saya, beliau meminta saya untuk mengirimkan transkrip nilai S1 dan sertfikat yang saya dapatkan selama kuliah S1. Jujur, saya adalah tipe mahasiswa kupu-kupu alias kuliah pulang-kuliah pulang. Jadi sertifikat yang saya dapatkan di jenjang S1 sangat sedikit. Saya hanya mengikuti satu organisasi di kampus dan organisasi tersebut hanya aktif ketika akan diadakannya pemilihan ketua himpunan mahasiswa. Setelah ketua hima terpilih, kami tidak memiliki kegiatan yang lain. Jadi saya hanya punya satu sertifikat organisasi kampus. Selebihnya apa? Beruntungnya ketika S1 saya bertemu dengan teman-teman yang baik dan hebat. Mereka banyak mengikuti lomba menulis. Karena berteman dengan mereka saya pun mengikuti lomba-lomba yang mereka ikuti. Alhasil saya mendapat cukup banyak sertifikat dari lomba-lomba menulis itu. Sertifkat-sertfikat itulah yang saya kirimkan kepada dosen pembimbing saya. Awalnya saya sedih, ketika beliau meminta saya mengirimkan sertifikat-sertifikat itu, saya bertanya "apakah beliau tidak percaya dengan kemampuan saya?". Namun, setelah saya pikir lagi, saat memberikan surat rekomendasi, beliau mempertaruhkan nama baik beliau, dan tentu beliau butuh bukti bahwa saya layak untuk direkomendasikan. 

Jika saya bisa memberi tips untuk teman-teman yang akan meminta surat rekomendasi, berikut beberapa tips dari saya. Pertama, buat janji temu seminggu atau tiga hari sebelum jadwal bertemu. Hal ini untuk memastikan bahwa beliau bersedia bertemu kita atau tidak. Kedua, walaupun jauh tetap usahakan bertemu langsung dengan pemberi rekomendasi. Di samping untuk sopan santun, hal ini juga dapat membuktikan kesungguhan teman-teman. Saya menempuh 8 jam perjalanan dengan mobil untuk bertemu beliau di kampus. Ketiga, sabar. Ketika meminta surat rekomendasi banyak saya temui teman-teman yang tidak sabar. Mereka ingin pemberi rekomendasi memberikan surat rekomendasi secepatnya. Satu hal yang perlu ditanamkan dalam diri adalah pemberi rekomendasi itu memiliki kehidupan sendiri dan tidak mungkin beliau sengaja menunda memberikan surat rekomendasi kecuali beliau sedang sibuk. Keempat, mintalah surat rekomendasi jauh-jauh hari bahkan jika bisa sebelum pendaftaran beasiswa dibuka, mungkin seminggu atau dua minggu sebelum beasiswa dibuka.

Selanjutnya hasil tes kemampuan berbahasa Inggris. Saya bersyukur sekali untuk ini. Jujur ketika lulus S1 skor TOEFL saya hanya 403. Skor ini sangat jauh dari dari persyaratan minimum LPDP. Karena saya tahu kelemahan saya dari awal, saya selalu belajar bahasa Inggris menggunakan aplikasi Duolinggo jauh sebelum saya lulus S1 dan terus belajar sampai sekarang. Beruntungnya, lagi. karena saya alumni beasiswa bidikmisi, LPDP memberikan keringanan. Saya bisa menggunakan sertifikat TOEFL ITP atau Duolinggo English Test (pertama kalinya LPDP mengizinkan ini). Karena saya sudah cukup terbiasa dengan aplikasi Duolinggo, saya pun mengambil tes resminya. Saya harus membayar 45 dolar atau waktu itu sekitar Rp650.000,-. Alhamdulillah setelah menunggu dua minggu, skor saya keluar dan memenuhi skor minimal yang diminta LPDP. 

Berdasarkan pengalaman ini, saya belajar bahwa tidak ada yang sia-sia untuk hal-hal positif yang telah kamu bangun. Akhirnya, surat rekomendasi saya dapatkan seminggu sebelum pendaftaran ditutup begitu juga hasil kemampuan bahasa Inggris saya. Saya baru mencari surat rekomendasi dan mengikuti tes bahasa Inggris setelah pendaftaran beasiswa buka, dan alhamdulillah dokumen-dokumen ini didapatkan sebelum pendaftaran tutup dan hasilnya sesuai ekspektasi. Bagaimana jika tidak? Oleh karena itu saya sarankan untuk teman-teman mengusahakan dokumen ini jauh-jauh hari sebelum pendaftaran beasiswa dibuka.

Yang menjadi PR terbesar saya adalah esai kontribusi untuk negeri karena saya tidak tahu seperti apa esai itu, saya harus membaca banyak esai dan mennonton video para awardee lpdp terlebih dahulu agar bisa menyusun esai tersebut. Saya masih berkutat dengan esai di hari terakhir pendaftaran, saya sangat khawatir tidak bisa menyelesaikan esai itu tepat waktu. Namun, sekitar pukul 10 malam saya mendapat kabar bahwa pendaftaran diperpanjang selama 5 hari. Saya merasa Tuhan membantu saya malam itu. Akhirnya esai selesai ditulis H-2 penutupan yang sesungguhnya. Saya memeriksa kembali semua berkas yang telah saya unggah sebelum akhirnya menfinalisasi pendaftaran.

Jika teman-teman ingin membaca esainya bisa klik ini ya. Jika teman-teman ingin membaca part 2 bisa baca klik ini ya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini