Senin, 24 Oktober 2022

Analisis Fenomenologi Puisi "Malam Lebaran" Karya Sitor Situmorang

Malam Lebaran

Bulan di atas kuburan

Karya: Sitor Situmorang

A.    LAPIS BUNYI

Bunyi-bunyi yang terdapat dalam puisi ini bersumber dari rima antara judul puisi dan lariknya. Rima tersebut dapat dilihat pada kata malam dengan bulan dan kata lebaran dengan kuburan. Rima yang terdapat pada puisi ini termasuk kepada jenis rima tidak sempurna (lam pada kata malam dengan lan pada kata bulan) dan rima sempurna (-an pada lebaran dan an pada kata kuburan. Di samping itu, jika melihat dari liriknya. puisi ini berima datar yaitu terdapat kata-kata berima pada baris yang sama, yaitu bunyi an pada kata bulan dan kuburan dalam satu larik yang sama. Dalam puisi ini ada kesamaan bunyi vokal “a” dalam kata malam lebaran, bulan, atas, dan kuburan serta bunyi “-an” dalam kata lebaran, bulan, dan kuburan. Kuatnya bunyi vokal “a” dan konsonan “n” dalam puisi ini memberi efek kesedihan yang terpendam.

B.    LAPIS ARTI

Frasa Malam Lebaran mempunyai makna konotasi malam sebelum hari raya tiba yang akan jatuh pada esok harinya. Dalam kepercayaan agama islam malam lebaran merupakan malam yang istimewa sebab pada malam itu manusia kembali menjadi fitrah dan bersih dari dosa-dosa. Semua kebahagian bertumpah ruah sebab besok adalah hari kemenangan bagi mereka yang menjalankan. Sebagai imbalan atas ketaatan itu Tuhan menghapus semua dosa-dosa mereka seperti bayi yang baru lahir ke dunia. Pada puisi ini frasa malam lebaran digunakan sebagai penanda waktu, yaitu waktu saat malam lebaran. Atau juga bisa digunakan sebagai penanda suasana yaitu suasana gembira yang luar biasa.

Penggunaan kata Bulan dalam puisi ini jelas merupakan simbol, sebab pada malam lebaran biasanya bulan masih belum nampak (bulan baru). Pada saat itu bulan tidak bisa dilihat dengan mata kosong, apalagi di atas kuburan. Penggunaan kata bulan lebih dimaksudkan sebagai bentuk penerang, petunjuk, suatu ilham atau hidayah dari Sang Pencipta untuk pengarang. Pengarang seolah ingin mengambarkan bahwa ia baru saja mendapatkan petunjuk dan penerang secerah sinar bulan. Terkait petunjuk, penerang dan pencerahan yang didapatkan penggarang kemudian dapat kita temukan pada kalimat berikutnya yakni di atas kuburan.

Kuburan kerap kali digunakan untuk mengambarkan tempat yang sepi dan sunyi.  Dalam puisi ini pengarang seakan ingin mengambarkan suasana hatinya yang sepi di tengah ingar bingar malam lebaran. Kuburan juga identik dengan kematian, yaitu proses berpulangnya seorang hamba kepada tuhannya. Penggarang seolah diingatkan kembali tentang kematian yang bisa menimpa siapa saja dan kapan saja, termasuk saat malam lebaran. Hal ini membuat malam lebaran yang seharusnya ramai mendadak menjadi sepi dan sunyi bagi pengarang.

            Dengan penggunaan frasa malam lebaran dan rembulan di atas kuburan secara tidak langsung tergambar sebuah pertentangan. Malam lebaran yang didentik dengan kegembiraan dan suka cita sangat berlawanan dengan rembulan di atas kuburan yang menyiratkan kesepian dan kesunyian.

C.    LAPIS DUNIA TERSURAT

Meski hanya terdiri dari satu larik, puisi ini menyuratkan sebuah dunia yang bertentangan. Kegembiraan dan keceriaan dari suasana malam lebaran berbanding terbalik dengan suasana sunyi, sepi, dan kehilangan dari kuburan. Pembaca akan langsung membayangkan malam lebaran yang penuh kembang api dan gelak tawa serta sebuah kuburan yang disinari oleh cahaya rembulan di tengah malam yang sepi dan sunyi.

D.    LAPIS DUNIA TERSIRAT

Makna dari puisi ini lebih mengarah pada kehidupan sosial bermasyarakat sesuai tema yang ingin disampaikan oleh penulis yaitu rasa kemanusiaan.

Kata “Bulan” yang dimaksud dalam puisi di atas adalah bulan di malam lebaran. Lebaran sebagaimana dipahami banyak orang, merupakan saat penuh kebahagiaan setelah sebulan lamanya berhasil menjalankan ibadah puasa hampir semua orang tenggelam dalam hiruk-pikuk kemeriahan menyambut saat-saat lebaran itu, semua orang dari semua kalangan tak melewatkan momentum berkah dan maghfirah.

Namun, ada yang lupa bahwa di balik kemeriahan dan kebahagiaan di malam lebaran itu ada juga ketragisan hidup, tidak sedikit saudara-saudari kita yang masih akan harus “berpuasa” dan mengalami kelaparan pada saat hari lebaran itu, dan ada juga orang yang tidak bisa berlebaran dengan anggota keluarganya. Situasi dan keadaan ini sangat jauh dari nilai lebaran yang penuh dengan kebahagiaan mereka hanya bisa mendengar suara takbir yang terdengar pilu. Itu penulis maknai dari frasa “ di atas kuburan”. Jadi jika begitu kejadiannya memang benar yang dikatakan Sitor dalam puisinya yaitu Bulan di atas kuburan, yakni kebahagiaan di atas kesedihan dan penderitaan orang lain.

 


Cari Blog Ini