Malam
Lebaran
Bulan
di atas kuburan
Karya:
Sitor Situmorang
A. LAPIS
BUNYI
Bunyi-bunyi yang terdapat dalam puisi ini bersumber
dari rima antara judul puisi dan lariknya. Rima tersebut dapat dilihat pada
kata malam dengan bulan dan kata lebaran dengan kuburan.
Rima yang terdapat pada puisi ini termasuk kepada jenis rima tidak sempurna
(lam pada kata malam dengan lan pada kata bulan) dan rima sempurna (-an pada
lebaran dan an pada kata kuburan. Di samping itu, jika melihat dari liriknya.
puisi ini berima datar yaitu terdapat kata-kata berima pada baris yang sama,
yaitu bunyi an pada kata bulan dan kuburan dalam satu larik yang sama. Dalam
puisi ini ada kesamaan bunyi vokal “a” dalam kata malam lebaran, bulan, atas,
dan kuburan serta bunyi “-an” dalam kata lebaran, bulan, dan kuburan. Kuatnya
bunyi vokal “a” dan konsonan “n” dalam puisi ini memberi efek kesedihan yang
terpendam.
B. LAPIS
ARTI
Frasa Malam Lebaran mempunyai makna
konotasi malam sebelum hari raya tiba yang akan jatuh pada esok harinya. Dalam
kepercayaan agama islam malam lebaran merupakan malam yang istimewa sebab pada
malam itu manusia kembali menjadi fitrah dan bersih dari dosa-dosa. Semua
kebahagian bertumpah ruah sebab besok adalah hari kemenangan bagi mereka yang
menjalankan. Sebagai imbalan atas ketaatan itu Tuhan menghapus semua dosa-dosa
mereka seperti bayi yang baru lahir ke dunia. Pada puisi ini frasa malam
lebaran digunakan sebagai penanda waktu, yaitu waktu saat malam lebaran. Atau
juga bisa digunakan sebagai penanda suasana yaitu suasana gembira yang luar
biasa.
Penggunaan kata Bulan dalam puisi ini
jelas merupakan simbol, sebab pada malam lebaran biasanya bulan masih belum
nampak (bulan baru). Pada saat itu bulan tidak bisa dilihat dengan mata kosong,
apalagi di atas kuburan. Penggunaan kata bulan lebih dimaksudkan sebagai bentuk
penerang, petunjuk, suatu ilham atau hidayah dari Sang Pencipta untuk
pengarang. Pengarang seolah ingin mengambarkan bahwa ia baru saja mendapatkan
petunjuk dan penerang secerah sinar bulan. Terkait petunjuk, penerang dan
pencerahan yang didapatkan penggarang kemudian dapat kita temukan pada kalimat
berikutnya yakni di atas kuburan.
Kuburan kerap kali digunakan untuk
mengambarkan tempat yang sepi dan sunyi. Dalam puisi ini pengarang
seakan ingin mengambarkan suasana hatinya yang sepi di tengah ingar bingar
malam lebaran. Kuburan juga identik dengan kematian, yaitu proses berpulangnya
seorang hamba kepada tuhannya. Penggarang seolah diingatkan kembali tentang
kematian yang bisa menimpa siapa saja dan kapan saja, termasuk saat malam
lebaran. Hal ini membuat malam lebaran yang seharusnya ramai mendadak menjadi
sepi dan sunyi bagi pengarang.
Dengan penggunaan frasa malam lebaran dan rembulan di atas kuburan secara tidak langsung tergambar sebuah pertentangan. Malam lebaran yang didentik dengan kegembiraan dan suka cita sangat berlawanan dengan rembulan di atas kuburan yang menyiratkan kesepian dan kesunyian.
C. LAPIS
DUNIA TERSURAT
Meski hanya terdiri dari satu larik, puisi ini
menyuratkan sebuah dunia yang bertentangan. Kegembiraan dan keceriaan dari
suasana malam lebaran berbanding terbalik dengan suasana sunyi, sepi, dan
kehilangan dari kuburan. Pembaca akan langsung membayangkan malam lebaran yang
penuh kembang api dan gelak tawa serta sebuah kuburan yang disinari oleh cahaya
rembulan di tengah malam yang sepi dan sunyi.
D. LAPIS
DUNIA TERSIRAT
Makna dari puisi ini lebih mengarah pada kehidupan
sosial bermasyarakat sesuai tema yang ingin disampaikan oleh penulis yaitu rasa
kemanusiaan.
Kata “Bulan” yang dimaksud dalam puisi di
atas adalah bulan di malam lebaran. Lebaran sebagaimana dipahami banyak
orang, merupakan saat penuh kebahagiaan setelah sebulan lamanya berhasil
menjalankan ibadah puasa hampir semua orang tenggelam dalam hiruk-pikuk
kemeriahan menyambut saat-saat lebaran itu, semua orang dari semua kalangan tak
melewatkan momentum berkah dan maghfirah.
Namun, ada yang lupa bahwa di balik kemeriahan dan
kebahagiaan di malam lebaran itu ada juga ketragisan hidup, tidak sedikit
saudara-saudari kita yang masih akan harus “berpuasa” dan mengalami kelaparan
pada saat hari lebaran itu, dan ada juga orang yang tidak bisa berlebaran
dengan anggota keluarganya. Situasi dan keadaan ini sangat jauh dari nilai
lebaran yang penuh dengan kebahagiaan mereka hanya bisa mendengar suara takbir
yang terdengar pilu. Itu penulis maknai dari frasa “ di atas kuburan”.
Jadi jika begitu kejadiannya memang benar yang dikatakan Sitor dalam puisinya yaitu
Bulan di atas kuburan, yakni kebahagiaan di atas kesedihan dan penderitaan
orang lain.