Kamis, 13 Oktober 2022

Analisis Nilai Budaya Dalam Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A. A. Navis

  



ABSTRAK
Cerpen ”Robohnya Surau Kami” merupakan cerpen yang dinilai sangat berani. Kisah yang menjungkirbalikkan logika awam tentang bagaimana seorang alim (hanya beribadah melulu) justru dimasukkan ke dalam neraka. Karena dengan kealimannya orang itu melalaikan pekerjaan dunia sehingga tetap menjadi miskin. Dalam cerpen ini pengarang ‘meminjam kacamata’ Tuhan untuk menyampaikan idenya, bahwa Tuhan telah menciptakan manusia bukan hanya untuk menyembah-Nya saja karena seperti yang Tuhan katakan Dia tidak mabuk pujian dan sembahan dari manusia. Dia memang seharusnya Yang Maha Agung (tidak mengurangi kemahaagungan-Nya) walaupun tak ada yang menyembahnya, begitupun tidak akan menambah keagungan-Nya walaupun manusia seluruhnya beriman kepada-Nya. Oleh karena itu, manusialah yang seharusnya sensitif pada keadaan sekitarnya dan berusaha untuk menjadi lebih efektif dalam merubah keadaan dirinya.

A.   PENDAHULUAN
 Cerpen atau cerita pendek adalah karya fiksi berbentuk prosa yang isinya merupakan kisahan pendek dan mengandung kesan tunggal. Masalah kehidupan yang disuguhkan pengarang dalam cerpennya tentu saja merupakan refleksi realitas, yaitu penafsiran mengenai kehidupan manusia atau merupakan suatu bentuk penyaluran ide pengarang untuk menyindir suatu realita yang ada dalam masyarakat. Melalui cerpen yang dikarangnya, pengarang juga dapat mengembangkan ide-ide baru yang terlintas dalam pikiran pengarang sehingga dapat diperhatikan oleh pembaca dan dapat dijadikan sebagai bahan perbaikan.
      Dalam penulisannya cerpen tentu berbeda dengan karangan ilmiah. Menulis cerpen tidak hanya menuangkan gagasan atau merangkai cerita saja, tetapi juga kalimat-kalimat yang digunakan harus memiliki jiwa yang membuat pembaca seolah-olah mengalami sendiri peristiwa atau konflik yang ada dalam cerita.
      Cerita pendek (cerpen) sebagai salah satu jenis karya sastra ternyata dapat memberikan manfaat kepada pembacanya. Di antaranya dapat memberikan pengalaman pengganti, kenikmatan, mengembangkan imajinasi, mengembangkan pengertian tentang perilaku manusia, dan dapat menyuguhkan pengalaman yang universal. Pengalaman yang universal itu tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia bisa berupa masalah perkawinan, percintaan, tradisi, agama, persahabatan, sosial, politik, pendidikan, dan sebagainya. Jadi tidaklah mengherankan jika seseorang pembaca cerpen, maka sepertinya orang yang membacanya itu sedang melihat miniatur kehidupan manusia dan merasa sangat dekat dengan permasalahan yang ada di dalamnya. Akibatnya, si pembacanya itu ikut larut dalam alur dan permasalahan cerita. Bahkan sering pula perasaan dan pikirannya dipermainkan oleh permasalahan cerita yang dibacanya itu. Ketika itulah si pembacanya itu akan tertawa, sedih, bahagia, kecewa, marah , dan mungkin saja akan memuja sang tokoh atau membencinya.
      
Penelitian ini bertujuan mengungkapkan makna karya sastra melalui pengungkapan singkatan isi cerita, tema, amanat, dan analisis nilai-nilai budaya yang terkandung dalam cerita. Pengungkapan semua itu saling terkait untuk menjelaskan makna karya sastra. Di dalam tema dan amanat tercermin tujuan penulisan cerita sedangkan nilai-nilai budaya yang terdapat dalam karya sastra digunakan sebagai alat pendukung tema dan amanat cerita. Sesuai dengan tujuan tulisan ini, metode yang digunakan dalam analisis adalah metode deskriptif. Tema, amanat, dan nilai budaya yang terdapat dalam karya sastra itu dipaparkan sebagaimana adanya dalam teks cerita dan didukung dengan kutipan teks cerita untuk meyakinkan kebenaran pernyataan nilai budaya yang dimaksudkan.
B.   PEMBAHASAN
1.      Ringkasan Cerita Robohnya Surau Kami
Di suatu tempat ada sebuah surau tua yang nyaris ambruk. Hanya karena seseorang yang datang ke sana dengan keikhlasan hatinya dan izin dari masyarakat setempat, surau itu hingga kini masih tegak berdiri. Orang itulah yang merawat dan menjaganya. Kelak orang ini disebut sebagai Garin.
Meskipun orang ini dapat hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada yang paling pokok yang membuatnya bisa bertahan, yaitu dia masih mau bekerja sebagai pengasah pisau. Dari pekerjaannya inilah dia dapat mengais rejeki, apakah itu berupa uang, makanan, kue-kue atau rokok.
Kehidupan orang ini agaknya monoton. Dia hanya mengasah pisau, menerima imbalan, membersihkan dan merawat surau, beribadah di surau dan bekerja hanya untuk keperluannya sendiri. Dia tidak  ingin bekerja karena dia hidup sendiri. Hasil kerjanya tidak untuk orang lain, apalagi untuk anak dan istrinya yang tidak pernah terpikirkan.
Suatu ketika datanglah Ajo Sidi untuk berbincang-bincang dengan penjaga surau itu. Ajo Sidi menceritakan kisah Haji Saleh seorang yang taat beribadah dan di akhiratnya dimasukkan ke nraka. Lalu, keduanya terlibat perbincangan yang cukup menegangkan. Akan tetapi, sepulangnya Ajo Sidi, penjaga surau itu murung, sedih, dan kesal. Karena dia merasakan, apa yang diceritakan Ajo Sidi itu sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya.
Dia memang tak pernah mengingat anak dan istrinya tetapi dia pun tak memikirkan hidupnya sendiri sebab dia memang tak ingin kaya atau bikin rumah. Segala kehidupannya lahir batin diserahkannya kepada Tuhannya. Dia tak berusaha mengusahakan orang lain atau membunuh seekor lalat pun. Dia senantiasa bersujud, bersyukur, memuji, dan berdoa kepada Tuhannya. Apakah semua ini yang dikerjakannya semuanya salah dan dibenci Tuhan ? Atau dia ini sama seperti Haji Saleh yang di mata manusia tampak taat tetapi dimata Tuhan dia itu lalai. Akhirnya, kelak ia dimasukkan ke dalam neraka. Penjaga surau itu begitu memikirkan hal ini dengan segala perasaannya. Akhirnya, dia tak kuat memikirkan hal itu. Kemudian dia memilih jalan pintas untuk menjemput kematiannya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau cukur.
Kematiannya sungguh mengejutkan masyarakat di sana. Semua orang berusaha mengurus mayatnya dan menguburnya. Kecuali satu orang saja yang tidak begitu peduli atas kematiannya. Dialah Ajo Sidi, yang pada saat semua orang mengantar jenazah penjaga surau dia tetap pergi bekerja.
2.      Inti  Cerita Robohnya Surau Kami
Seorang kakek penjaga surau (yang disebut garin) yang seluruh hidupnya untuk mengabdi kepada Tuhan. Inilah yang menjadi ejekan Ajo Sidi kepada kakek tersebut, sehingga sang kakek merasa sangat terhina dan akhirnya bunuh diri dengan menggorok lehernya sendiri. Ajo Sidi membual sebuah cerita bahwa nanti di akhirat, Haji Soleh (tokoh rekaan Ajo Sidi) dan orang-orang alim yang taat beribadah akan diadili Tuhan dan akhirnya masuk neraka. Orang-orang yang taat beribadah tersebut melakukan protes kepada Tuhan, namun tetap saja diseret ke neraka. Kepada Tuhan  mereka bertanya apa kesalahan mereka sehingga dimasukkan ke neraka. Jawaban Tuhan sungguh mengejutkan, karena mereka dianggap telah egois mementingkan diri sendiri dalam beribadah tanpa memikirkan kehidupan dunia sedikitpun.
3.      Tema Dan Amanat Cerpen Robohnya Surau Kami
            Tema atau pokok persoalan cerpen Robohnya Surau Kami sesungguhnya terletak pada persoalan batin Kakek Garin setelah mendengar bualan Ajo Sidi. Gambaran ini terletak pada halaman 10 berikut ini.
“Sedari mudaku aku disini, bukan? Tak ku ingat punya istri, punya anak, punya keluarga seperti orang-orang lain, tahu? Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin cari kaya, bikin rumah. Segala kehidupanku, lahir batin, ku serahkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Tak pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor enggan aku membunuhnya. Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk. Umpan neraka…. Tak ku pikirkan hari esokku, karena aku yakin Tuhan itu ada dan pengasih penyayang kepada umatNya yang tawakkal. Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul bedug membangunkan manusia dari tidurnya, supaya bersujud kepadaNya. Aku bersembahyang setiap waktu. Aku puji-puji dia. Aku baca KitabNya. “Alahamdulillah” kataku bila aku menerima karuniaNya. “Astaghfirullah” kataku bila aku terkejut. ” Masa Allah bila aku kagum.” Apakah salahnya pekerjaanku itu? Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk.”
Kemudian pada halaman 16 gambaran itu ditegaskan kembali, yaitu :
“Tidak, kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan diri mu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Tapi engkau melupakan kaum mu sendiri, melupakan kehidupan anak istimu sendiri, sehingga mereka itu kucar kacir selamanya. Inilah kesalahan mu yang terbesar, terlalu egoistis, padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak memperdulikan mereka sedikitpun.”
               Dengan demikian, jika kita buat kesimpulan atas fakta-fakta di atas maka tema cerpen ini adalah seorang kepala keluarga lalai itu sehingga masalah kelalaiannya itu akhirnya mampu membunuh dirinya.
              Amanat pokok yang terdapat dalam cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis adalah: “jangan hidup hanya untuk beribadah tetapi juga harus bermasyarakat.” Hal ini terdapat pada kutipan::
“…, kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua, sedang harta bendamu kau biarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas, kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang Aku menyuruh engkau semuanya beramal disamping beribadat. Bagaimana engkau bisa beramal kalau engkau miskin .…” (hlm. 15).
Pada kutipan di atas di jelaskan tentang sikap yang malas dan fanatik, akan tetapi sikap tersebut sangat tepat digunakan untuk memperjelas dari sang tokoh terhadap amanat yang akan disampaikan oleh pengarang
”…. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang, tapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu sendiri, sehingga mereka itu kucar kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis, padahal engkau didunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak memperdulikan mereka sedikitpun.” (hlm 16)
              Seperti kutipan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hidup tidak hanya untuk ibadah, tetapi harus seimbang antara beragama dan bermasyarakat. Dalam penyampaiannya pengarang menyampaikan amanat dengan memberikan watak kakek yang cukup jelas dipahami maksud amanat tersebut.

4.      NILAI BUDAYA DALAM CERPEN ROBOHNYA SURAU KAMI
Dalam cerpen Robohnya Surau Kami  ini ditemukan nilai-nilai budaya manusia yang berhubungan Tuhan, alam, masyarakat, dan diri sendiri. Di bawah ini di bahas nilai-nilai budaya yang terdapat dalam cerpen Robohnya Surau Kami.
a.      Nilai Budaya dalam Hubungan Manusia dengan Tuhan
      Dalam cerpen Robohnya Surau Kami nilai budaya dalam hubungan manusia dengan Tuhan yang menonjol adalah ketaatan beribah kepada Tuhan. Tokoh Kakek Garin diceritakan sebagai seorang yang sangat taat beribah kepada Tuhannya sehingga ia tak menghiraukan lagi kehidupannya di akhirat. Kutipan berikut adalah buktinya :
“...  Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul beduk membangunkan manusia dari tidurnya, supaya bersujud kepada-Nya. Aku sembahyang setiap waktu. Aku puji-puji Dia. Aku baca Kitab-Nya. Alhamdulillah kataku bila aku menerima karunia-Nya. Astagfirullah kataku bila aku terkejut.Masya Allah kataku bila aku kagum. Apa salahnya pekerjaanku itu? Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk.”

b.      Nilai Budaya dalam Hubungan Manusia dengan Alam
      Manusia memanfaatkan alam sebagai salah satu sumber kehidupan. Dalam cerpen Robohnya Surau Kami ini alam dimanfaatkan manusia untuk beternak ikan. Tokoh Kakek Garim selain menjadi penjaga surau, ia juga menjadi penjaga kolam di samping surau itu. Keadaan yang demikian dapat diketahui dari kutipan berikut.
“...Sekali enam bulan ia mendapat seperempat dari hasil pemungutan ikan mas dari kolam itu.”

c.       Nilai Budaya dalam Hubungan Manusia dengan Masyarakat
      Dalam cerpen Robohnya Surau Kami ini terdapat nilai-nilai yang menunjukkan hubungan manusia dengan masyarakat seperti, tolong-menolong. Hal ini tergambar pada sikap tokoh Kakek yang mau menolong orang-orang di seekitarnya tanpa pamrih. Hal itu terbukti dari kutipan berikut ini.
“... Karena ia begitu mahir dengan pekerjaannya itu. Orang-orang suka minta tolong kepadanya, sedang ia tak pernah minta imbalan apa-apa. Orang-orang perempuan yang minta tolong mengasahkan pisau atau gunting, memberinya sambal sebagai imbalan. Orang laki-laki yang minta tolong, memberinya imbalan rokok, kadang-kadang uang. Tapi yang paling sering diterimanya ialah ucapan terima kasih dan sedikit senyum.”
      Selain itu sikap saling tolong-mrnolong juga tergambar pada saat Kakek meninggal, orang-orang di lingkungan Kakek tinggal beramai-ramai mengurus jenazah Kakek. Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.
“... Dan ia meninggalkan pesan agar dibelikan kain kafan buat Kakek tujuh lapis.”
d.      Nilai Budaya dalam Hubungan Manusia dengan Diri Sendiri
      Manusia adalah makhluk individual yang sekaligus sebagai makhluk social. Manusia sebagai makhluk pribadi mempunyai hal untuk menetukan pandangan hidup, sikap, dan prilakunya yang membedakannya dengan pribadi lainnya sesuai dengan cita-citanya, kebutuhannya, dan emosinya. Dalam kehidupan makhluk pribadi dihadapkan pada pilihan untuk mementingkan diri atau memilih mementing keperluan orang lain. Pilihan yang diberikan individu tersebut sangat tergantung pada pengendalian diri. Di dalam cerpen Robohnya Surau Kami ini terdapat nilai-nilai budaya yang berhubungan dengan diri sendiri. Di antara nilai itu adalah
1)        nilai kepasrahanan dan kemalasan yang terlihat dari tokoh Kakek yang pasrah dalam menerima kehidupannya, dan tidak mau berusaha untuk mencari pekerjaan yang layak untuk memperbaiki nasibnya.
2)         nilai ketaatan dan fanatik yang terlihat dari sikap Kakek yang taat menunaikan ibadah kepada Tuhan dan tidak mau tau lagi urusan dunia, 
3)         nilai keterampilan hal ini terlihat dari kemahiran Kakek dalam mengasah pisau dan terlihat dari keterampilan Ajo Sidi dalam mengarang cerita atau membual,
4)          nilai perenungan terlihat dari sikap Kakek yang sedang merenungkan bualan Ajo Sidi tentang Haji Saleh.

C.   KESIMPULAN
      Setelah dilakukan analisis terhadap nilai-nilai budaya yang terdapat dalam cerpen Robohnya Surau Kami ternyata cerita ini mengandung nilai budaya berkaitan dalam hubungan antara manusia dengan Tuhan, alam, masyarakat, serta dengan diri sendiri. Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan Tuhan yang menonjol adalah nilai budaya berserah diri dan berdoa kepada Allah. Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam yang menonjol adalah manusia mengelola alam dan selaras dengan alam untuk dimanfaatkan dalam meraih harapan dan menghidupi dirinya. Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat yang menonjol adalah sikap tolong menolong. Nilai budaya dalam hubungan manusia denga diri sendiri yang menonjol adalah kepasrahan, ketaatan,  terampil, dan sikap merenungi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa cerpen Robohnya Surau Kami sarat dengan nilai-nilai budaya yang dapat dijadikan pedoman bagi pembacanya. Bedasarkan kesimpulan di atas sudah sewajarnya lah cerpen ini dibaca oleh generasi sekarang untuk dipahami nilai-nilai budaya yang ada di dalamnya. Menggunakan gaya bahasa sederhana namun lantang menuju isi sebenarnya membuat cerpennya A.A Navis ini layak dihargai sastra terbaik yang berkala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini